Pernahkah kalian berbelanja di pasar-pasar tradisional di daerahmu? Masa kecil kita mungkin akan mengingatkan hal itu. Aku pun selalu ingat bagaimana setiap pasaran Legi, ayah atau almarhum kakek mengajakku berjalan-jalan ke pasar kecamatan dan membelikan aku makanan yang enak-enak. Nostalgia masa lalu masih kadang terulang ketika aku diminta mengantar ibu ke pasar atau ketika kakek sebelum meninggal sesekali memintaku mengantarnya di kedai yang sering kami kunjungi ketika aku masih kecil.
Kini riwayat pasar-pasar itu tinggal menunggu waktu kapan mereka mampu bertahan di saat para kepala daerah yang gila kekuasaan terus memberikan izin berdirinya pasar-pasar modern yang megah dengan dalih modernisasi. Apakah kita akan membiarkannya begitu saja? Kita kaum pribumi yang tentu lebih berhak atas khazanah yang diwariskan oleh para pendahulu kita. Sedangkan pusat perbelanjaan modern yang dibangun membabi buta saat ini tak lebih sebagai pengisi kantong orang-orang kaya yang tak berbelas kasih kepada rakyat kecil.
Maka dari itu, kami para mahasiswa yang tergabung dalam Beasiswa Aktivis Nusantara (Bakti Nusa) Beastudi Indonesia Dompet Dhuafa menggelar aksi galang dukungan di kawasan Car Free Day hari ini. Kami membagi-bagikan selebaran kepada para pengunjung CFD dan mereka pun dengan suka cita menuliskan dukungannya di atas MMT yang telah kami siapkan.
Aku menikmati suasana yang berbeda hari ini. Dengan dukungan dari Presiden Republik Aeng-Aeng kami juga mendapatkan space untuk turut berkreasi bersama komunitas yang lain. Aku sempat melihat parodi para capres yang ikut konvensi Partai Demokrat. Wajah-wajah mereka disematkan pada beberapa orang dengan pakaian yang disesuaikan kemudian saling berlomba balap karung. Lucu dan mengelitik sekali.
Suara kami hari ini hanya satu, mengajak masyarakat kembali ke pasar tradisional. Bagaimana pun, itu adalah milik kita, tradisi yang selama ini telah menjadi warisan para pendahulu kita. Kalau saat ini jelek, kotor, dan kumuh bukan kemudian ditinggalkan, melainkan direvitalisasi dan diajari pedagannya agar menjadi lebih rapi. Semua butuh proses untuk kita berkembang bersama. Atau di kemudian hari kita tak akan pernah memiliki apa-apa di negeri sendiri, karena semua kita berikan cuma-cuma untuk kaum kapitalis.