Ketika sang fajar terbit

Teranglah bumi ini perlahan

Gelap pun memudar dan merekahlah harapan

 

Semua itu pernah ada di sini

Di negeri ini

Yang katanya hijau permai laksana zamrud katulistiwa

Yang katanya indah laksana ratna mutu manikam

 

Pernah bertahta

Raja sejarah nan indah

Balaputradewa bersama Sriwijaya-nya yang perkasa

Gadjah Mada bersama Tan Amukti Palapa-nya hingga mewujud Nusantara

 

Kemudian dinasti Islam

Pasai, Demak, Makassar, Ternate-Tidore

Semua gigih memegang kehormatan

Menorehkan tinta emas di atas batu sejarah

Mempertaruhkan darah untuk menjaga maruah

 

Berlanjut hingga berkobar perang sabil Diponegoro

Menyusul perang sabil Paderi di tanah seberang

Menyusul pergolakan panjang di bumi Aceh

Dan hampir semua tempat di Nusantara

Semua berjuang untuk sebuah kemerdekaan

Kemerdekaan sejati yang terpatri di hati

 

Hingga akhirnya sang pengkhianat muncul

Menghasut dan mencerai-beraikan

Hingga Marsose muncul dan membunuhi anak negeri sendiri

Pembantaian berdarah yang tak pernah terlupakan

 

Segala puji bagi Allah

Yang masih berkehendak agar negeri ini damai

Muncullah para pemuda pilihan

Bak satria piningit

Sutomo, Cokroaminoto, Ahmad Dahlan, Hasyim Asyari

Menyusul Soekarno, Hatta, Syahrir, Suwardi Suryaningrat dan masih banyak lagi

 

Merekalah para pemuda pilihan untuk bangsa ini

Pergerakan nasional tak terelakkan

Sumpah pemuda berkumandang

Tekad baja, bukanlah isapan jempol belaka

Karena itulah janji pemuda untuk ibu pertiwi

Meskipun Jepang sempat singgah sebentar

Janji kemerdekaan itu tetap sampai pada waktunya

 

Sekali merdeka tetap merdeka

Meski dihantam badai, tetaplah diredah

Beribu jasad bergururan dalam kesyahidan

Dalam pekik takbir bung Tomo

Dalam rihlah panjang panglima besar Sudirman

Dalam kesatuan rakyat semesta

Allah masih menjaga kemerdekaan itu untuk kita

 

Hingga tibalah waktunya ketika ambisi kekuasaan melingkupi

Baku hantam saudara sendiri tak terelakkan

Persaingan tetap persaingan

Tak kenal kompromi untuk sebuah idealisme

Indahnya itu di masa dulu, masa para pemimpin kita masih negarawan

Mereka tak santai di kursi parlemen, melainkan tak lelah beradu argumen

Meski berbeda pandang mereka berjuang tetap untuk bangsa

Yang kuingat, pesan Bung Karno agar kita berdikari

Yang kuingat, pesan Bung Hatta tentang ekonomi kerakyatan

Yang kuingat, pesan Buya Natsir agar syariat ditegakkan

Yang kuingat, jauhkan Indonesia dari kolonialisme dan neoliberalisme

Itulah bunga rampai pesan indah mereka untuk negeri ini

 

Namun apa yang kudapati hari ini

Pengkhianatan demi pengkhianatan atas darah para pahlawan itu

Kisah Indonesia selesai dalam tiga hari

Habis di bagi rata dalam kavling ekonomi

Untuk tuan-tuan di negeri asing yang pernah menjajah negeri ini

Bodoh atau sakit jiwakah para pejabat di Jakarta itu

Bahkan berbaik hati untuk mereka yang telah melukai sejarah bangsa

Berpuluh bahkan beratus tahun

 

Yang di senayan, siapa negarawan yang masih tersisa

Bukan lagi debat ideologis yang bergema di sana

Tetapi dengkur menjijikkan lagi menyakitkan hati para rakyat jelata

Dan dibalik ruang-ruang kecil di sana

Berbisik berbagai transaksi kotor untuk sebuah perampokan besar

Perampokan negara yang dilegalisasi dalam kerangka kapitalisme

Ya, kapitalisme hari ini yang halus dan perlahan mencekik

 

Hari ini generasi muda pun semakin tak jelas

Narkoba, foya-foya, musik gila dan semua yang serba gaya

Rusak sudah, tinggal sepucuk jari yang tersisa

Itu pun laksana di ujung senapan para sniper yang telah menarik picu

Mereka yang sedikit itu berjuang untuk idealismenya

Di tengah pragmatisme dan politisasi pemikiran

Bahkan ditengah komersialisasi agama untuk sebuah kekuasaan

 

Dimana jiwa Soekarno yang gagah itu

Dimana jiwa Hatta yang sangat sayang kepada rakyat itu

Dimana jiwa Sudirman yang sangat taat dan patriot itu

Dimana jiwa Natsir yang sangat setia dan sederhana itu

Dimana jiwa Hamka yang sangat lembut dan memesona itu

Dimana jiwa-jiwa negarawan itu

 

Haruskah digantikan jiwa-jiwa yang gila pencitraan

Haruskah digantikan jiwa-jiwa yang penuh kejumudan

Haruskan digantikan jiwa-jiwa yang diliputi kerakusan

Tamak harta, tamak kekuasaan, dengan menjual harga diri bangsa

 

Rakyat hari ini hanya butuh pahlawan

Yang mau berbagi untuk menjadi solusi kemiskinan harta mereka

Yang mau menggandeng tangan dan mengayakan pikiran mereka

Yang mau turun sejajar mereka berjalan di bawah terik kesusahan bangsa

Merekalah negarawan sejati yang tidak terkotak-kotakkan politik busuk

Yaitu politik golongan yang pragmatis dalam kepentingan sempit

Yang dibalut kebodohan pikir dan sedikitnya wawasan pengalaman

 

Rakyat butuh pemimpin yang gagah seperti khalifah Ali

Yang tak mau korupsi meski sang adik berhajat besar sedang ia punya kuasa harta

Rakyat butuh pemimpin yang tegas seperti khalifah Umar

Yang tegas memecat Khalid demi kelurusan tujuan dakwah Islam

Rayat butuh pemimpin yang pengayom seperti generasi khalifah Umar

Yang berhasil memakmurkan masyarakatnya hingga tidak ada lagi mustahik

Rakyat butuh pemimpin solutif, bukan pemberi harapan palsu

 

Hari ini, pemuda seperti kita masih dinantikan

Ibu pertiwi telah melambaikan tangannya

Karena ia tersandra dan hampir dimiliki oleh orang lain

Relakah kita jika ibu pertiwi ini dimiliki orang lain?

Lihatlah dalam-dalam wahai sahabat pemuda

Tidak ada yang lain yang bisa menyelamatkan

Kecuali kita

Kecuali kita

Kecuali kita

Dengan pertolongan Allah

 

Hari ini hari pahlawan

Dan seberapa besar rasa cintamu kepada para pahlawan yang telah gugur itu

Sudahkah kita melunasi janjinya yang belum kesampaian di waktu itu

Atau jangan-jangan kita justru mengkhianatinya

Renungkan

Renungkan

Renungkan

 

Kenanglah mereka dalam setiap perjuangan kita hari ini

Bahwa mereka masih hidup dan seolah berkata

“Anakku, apa yang sudah kau lakukan untuk negeri ini?”

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.