UU Sisdiknas no 20 tahun 2003
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Saya tertarik dengan istilah “otonomi keilmuan” yang pada praktiknya sangat sulit saya dapati selama kuliah, karena penugasan yang diberikan lebih banyak bersifat pragmatis (piye praktise nggo kerja), tidak ada porsi kritik secara terbuka di kelas untuk materi kuliah yang hampir 80% teorinya berkiblat ke Barat semua. Di sini mulai bisa dipertanyakan, sebenarnya Universitas di negeri kita tetap jadi lembaga keilmuan atau berubah jadi lembaga kursus.
Padahal leluhur kita terbukti memiliki banyak inovasi yang tak kalah ampuh, cuma manuskripnya tidak mengikuti aturannya orang Barat sehingga dianggap “tidak ilmiah” menurut versi Barat. Padahal yang lebih tahu kondisi alam kita, sosiologi masyarakat kita, dan apa pun terkait masyarakat ya sudah tentu leluhur kita kan. Teori-teori dari Barat seharusnya jadi suplemennya, bukan jadi arus utamanya.
Nah tinggal ditelusuri isi Peraturan Pemerintah, serta regulasi turunannya yang menjelaskan tentang ayat UU tersebut. Kita lihat apa tafsir para pakar pembuat regulasi turunan UU tersebut tentang “otonomi keilmuan”. Tafsir mereka menentukan kebijakan pendidikan tinggi se-Indonesia, dan nanti merembet kepada tataran kebijakan politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dll. Dan akhirnya kita akan mengerti seberapa tinggi marwah kita di hadapan bangsa lain.
Semoga menjadi perhatian bersama. Kalau bukan kita yang menyayangi negeri ini, lalu siapa lagi.
Juwiring, 13 Juli 2016