Ra iso nggayuh negara sing temata, yo wis saiki ditata wae rumah tangga kita dan sekitarnya.

Sampah dan manajemen pemenuhan kebutuhan rumah tangga bisa dikelola sendiri kan. Ajar ngelola sampah, ajar nandur-nandur untuk konsumsi sendiri. Dan kalau nanti dilebihkan rizkinya bisa memenuhi kebutuhan energi sendiri dari sumber yang terbarukan (surya, angin, dll).

Fungsi kekhalifahan itu tidak selalu sebangun dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya bernilai kekhalifahan jika ia bisa mengayomi dan menjaga bumi dari kerusakan. Dan sudah tercatat dalam sejarah yang puanjang, setiap kekuasaan itu pasti memiliki kadar kerusakan yang lebih besar ketimbang maslahatnya.

Berjayanya dunia Islam, kontribusi terbesarnya bukan oleh penguasa, tapi justru para ulama dan sufi yang hidup merdeka. Yang tidak njilat-njilat penguasa dan hidup mandiri dengan invoasi-inovasi mereka. Di antara mereka ada yang dicap sesat dan dibunuh karakternya karena kedengkian beberapa tokoh yang hidup sezaman dengannya.

Jika kita bangkit rasa percaya dirinya sebagai khalifah fil Ardh, urusan politik yang ruwet ra karuan ini sebenarnya nggak begitu penting juga. Mending kita cengli saja, mari hidup mandiri. Jika suatu saat kawasan kita dicemari oleh limbah dan dirusak oleh kekuatan modal, kita dihadapkan dua pilihan, pertahankan sampai mati atau pindah ke tempat lain yang masih bisa membuat kita bertahan.

Kepekokan demokrasi di Indonesia, kita kesampingkan saja. Kita berpartisipasi sejauh yang bisa saja. Kalau benar-benar tertarik soal kekuasaan, mending jadi RT dan kades. Dakwahi masyarakat tentang makna kedaulatan sejati. Kan lumayan kalau satu desa bisa bedaulat seperti San Francesco Seran di Meksiko. Satu desa berdaulat, bisa menjadi marwah bagi Indonesia yang pemerintahnya lagi demen jualan segala hal.

Surakarta, 10 Mei 2019

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.