Masih ada lho orang-orang yang sebenarnya hafal (dan mengerti kandungan) al Quran, mengerti isi kitab-kitab hadits dan fikih, tapi beliau benar-benar bisa merahasiakan kemampuannya di depan publik. Bahkan beliau tidak tertarik untuk mengeluarkan “jurus” mautnya itu dalam polemik fikih di depan publik.
Karena beliau-beliau ini tahu, bahwa urusan fikih itu sebaiknya diselenggarakan secara akademik, dikaji di dalam forum yang baik, dimoderasi, dan didokumentasikan agar apa yang diperdebatkan maupun yang disepakati dilihat umat sebagai proses belajar bersama yang bisa benar dan salah, bukan urusan haq dan batil.
Karena forum-forum akademik soal fikih tidak banyak digelar, dan jika ada forum fikih, publik juga tidak banyak yang tertarik, karena kebanyakan milih terima jadinya di setiap pengajian versi A, B, C, D yang buanyak jumlahnya seperti saat ini ketimbang berpikir, ya orang-orang seperti beliau ini akhirnya memilih jadi orang biasa saja dan tidak ingin dilihat sebagai orang yang wah, agar tidak semakin menambah fitnah di tengah umat yang dikit-dikit nggumunan dan mengkultuskan orang berlebihan.
Makanya Sabda Kanjeng Nabi patut direnungkan, hari ini terkadang orang-orang durjana justru diikuti, dan orang-orang alim (ulama) justru dijauhi. Bukan karena masyarakatnya anti ulama, tapi opini dan perusakan pikiran yang ditebarkan di tengah umat membuat keadaan jadi ajur kayak gini. Sehingga butuh upaya ekstra keras untuk mengembalikannya seperti era Rasulullah. Dan itu bukan hal yang mudah, tapi pasti bisa dilakukan.
Juwiring, 26 Juli 2016