Jika kita sedikit berani memperluas cara berpikir kita tidak sekedar menggunakan cara pandang akademik di kampus, kita akan menyadari bahwa di sekitar kita terdapat orang-orang luar biasa yang Allah karuniai ilmu yang tidak akan diajarkan oleh kampus kita. Kan standardisasi keilmuan kita didominasi filsafat materialisme Barat.

Orang-orang semacam ini sehari-harinya tampak biasa, tetapi mereka memiliki keuletan sebagaimana peneliti di laboratorium maupun di perpustakaan. Mereka menemukan hal-hal baru yang tidak mampu dirumuskan oleh dunia akademik. Penemuan mereka memberikan banyak solusi atas keruwetan analisis yang selama ini buntu saat coba dipecahkan oleh para akademisi di kampus.

Hanya saja, opini publiklah yang berperan terkait penyebaran ilmu yang “tidak umum” itu. Sudah pasti ilmu mereka tidak laku di pasaran, apalagi jika tidak memberi solusi yang tampak secara ekonomi (menjanjikan kekayaan), sehingga kebanyakan mereka memilih tidak memaksakan diri tampil di depan umum agar dipercaya, apalagi melakukan promosi dan pencitraan. Mereka percaya bahwa orang yang sungguh-sungguh belajar pasti akan mendatangi mereka. Dengan penuh ketulisan mereka akan mengajarkan ilmu mereka. Mereka ini bukan pencari harta, jadi mereka tidak akan mengajarkan ilmunya kepada sembarangan orang.

Seperti apakah mereka? Cobalah untuk berempati dengan membayangkan saat Nabi pertama-tama mendapatkan wahyu. Kemudian beliau menceritakan pengalaman spiritualnya itu kepada orang-orang di sekitarnya. Seperti yang kita tahu, sedikit saja yang percaya, kebanyakan dari kaumnya tidak percaya. Nah, dengan cara pandang yang sangat materialistik seperti hari ini dan di sekeliling kita dipenuhi kabut opini yang simpang siur, kalau ada orang yang memaparkan solusi dengan cara pandang yang benar-benar berbeda dan tidak terduga, kira-kira kamu akan percaya? Hehehe.

Juwiring, 23 Juli 2016

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.