Siang ini, Niswatul Jannah atau kami biasa menyapanya dengan Anis memberi pelajaran kepada keluarga SABS, khususnya orang-orang dewasanya.
Gadis yang baru kelas VI itu membuktikan ketangguhannya sebagai perempuan karena sejak 2 tahun silam menggantikan posisi ibunya, memasak untuk keluarga (ayah dan kakaknya), mencuci baju, dan sebagainya sejak sang ibu terbaring tak berdaya akibat kanker usus besar yang dideritanya. Dan tentu saja, merawat ibunya.
Dia jalani hal itu setiap hari dan tetap bersekolah seperti biasa dengan pancaran wajah yang selalu ceria seolah tak ada masalah. Bagi yang belum mengenal, gadis kecil ini tampak seperti orang yang hidup berkecukupan dan tanpa masalah, tapi bagi yang mengenal akan tumbuh rasa hormat yang tinggi padanya.
Hari ini, sang ibu wafat dalam puncak sakitnya. Kami sekeluarga SABS berkunjung ke sana, dan tak tampak raut kesedihan di wajahnya. Dia mampu menyembunyikan air mata dan menyapa kami dengan senyum. Mengantar jasad ibunya ke pemakaman dengan tetap tegar, tanpa tetesan air mata sedikitpun. Kamilah yang justru berkaca-kaca dan mata kami memerah karena hormat, bangga, dan kalah darimu sayang. Hari ini kami belajar padamu, belajar tentang ketegaran dan keikhlasan. Kami hanya bisa ngomong soal itu, tapi kamu membuktikannya dalam keterbatasan ekonomi selama ini dan dalam menemani ibundamu saat sakit.
Kami akui, kami kalah darimu untuk hal ini, bahkan di usia dewasa kami ini.
Juwiring, 21 Juli 2016