Dulu sih baru berlaku penguasaan modal, kini sudah memasuki fase pemusatan modal yang dimulai dari tingkat regional menuju global.
Dan masih seperti dulu, umat Islam tetap ribut satu sama lain soal remeh temeh, termasuk soal urusan dunia yang dikemas seolah-olah bagian dari agama, tetap tidur lelap dalam dongeng-dongeng yang sebenarnya harus dikupas dan diaktualisasikan dalam langkah bersama dan selaras.
Sekutu kembali datang sejak 1998 akibat keegoisan elit negeri ini berebut kekuasaan setelah sang Raja madeg pandito, dan sayangnya tahun-tahun itu kita ndak punya Bung Tomo, karena dibunuh oleh simpang siurnya informasi yang dimainkan media dan emosi masyarakat yang terlalu larut dalam euforia kebebasan sehingga mikirnya ngawur dan baper, itu terbawa sampai sekarang.
Kini 18 tahun berlalu, Sekutu terus menggerayangi kita, bahkan ditambah serbuan dari utara. Dan masih saja umat Islam sibuk dengan ilusi-ilusi yang mereka pertengkarkan satu sama lain. Padahal senjata utamanya sebelum perang, ya bangun dulu, kucek-kucek mata, melek, wudhu, shalat, lalu takbir. Lha ini masih mendengkur, sementara sang surya sudah meninggi.
*Disarikan dari buku Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto
Ngawen, 20 Juni 2016