Salah satu implementasi “iqra’ bi ismi rabbika” adalah kesadaran kita tentang sangkan paran. Itulah mengapa umat Islam yang ber-iqra’ tidak bakal mempan diadu domba dan ditipu dengan istilah-istilah, sekalipun diklaim istilah “Islami” dan menggunakan bahasa Arab.
Umat Islam yang iqra’ pasti senang dengan sejarah, dia akan sangat detil memahami sejarah makanan yang sampai ke mulutnya setiap hari, pakaian yang digunakannya setiap saat, asal muasal garis leluhurnya, termasuk informasi dan berbagai berita yang sampai padanya.
Umat Islam yang seperti ini tidak akan ikut ribut dengan polemik konflik Timur Tengah, permusuhan antar agen-agen negara Barat (liberal) dan Timur Tengah di Indonesia yang menggunakan kedok-kedok agama. Karena mereka memiliki nasab ilmu sendiri yang insya Allah sampai kepada Rasulullah dari para ulama yang dahulu telah meng-Islam-kan bumi Nusantara ini.
Mereka menghargai berbagai gagasan besar perubahan di dunia Islam, tetapi tidak mensubordinasikan khazanah ke-Islam-an leluhurnya yang terbukti membangun peradaban Islam di Asia Tenggara ini. Mereka menyerap gagasan dari berbagai belahan dunia kemudian mengadaptasinya dan menempatkannya sebagai pendukung khazanah kebudayaan Islam yang telah lebih lama ada di negeri ini.
Juwiring, 25 April 2016