Liberalisme itu cuma kutub lain dari fundamentalisme/radikalisme. Keduanya sama-sama ekstrim. Dan biarkan mereka yang ejek-ejekan, biar gelut saja. Semoga hasilnya nanti netral.
Hidup itu ya radikal sekaligus liberal. Terhadap keyakinan hidup ya radikal dong. Terhadap realita zaman ya harus liberal. Selama radikal dan liberalnya pada takaran yang tepat hidup akan indah. Setiap hal itu punya takaran sebagaimana yang Allah tetapkan.
Dikasih nama sama orang tua, yo harus diradikali, mosok ditanya “siapa namamu”, dijawab “sebebasnya kamu manggil aku”. Disuruh shalat subuh sebelum matahari terbit malah shalatnya disengaja jam 9. Ditanya alasannya, yang penting shalat. Ini pekok.
Giliran makan soto, dikoboki pakai tangan. Ditanya kenapa tidak pakai sendok, alasannya itu tidak dilakukan Rasulullah. Dikasih kebebasan bikin negara pakai metode apa pun, malah cuma beriman kepada demokrasi. Sampai-sampai negara yang belum memeluk demokrasi dimurtadkan dengan cara-cara militer.
Dan sekarang, di tengah keragaman yang damai di Nusantara, para penganut dua kutub ekstrim tadi berusaha mengobrak-abrik keharmonian kita bersama. Semoga Allah melindungi kita dari pemikiran-pemikiran ekstrim semacam itu. Dan semoga kita tetap menjadi kaum yang berpikir di pertengahan sesuai dengan fitrah.
Juwiring, 30 Maret 2016