Diskusi yang sangat saya hindari untuk hari-hari ini dan ke depannya adalah ngobrolin bab fikih dengan tujuan klaim-klaiman bener dan masalah akidah dengan tujuan ngelek-elek sing ora padha karo pendapate.
Sekiranya kita bener-bener menyelami makna hadits kedua di Arba’in An Nawawiyah tentang pokok-pokok agama + kejadian hari akhir, niscaya kita tidak akan seribut ini. Kita tidak akan separah ini udur bab kata-kata yang maknanya entah dipahami atau tidak.
Barangkali istilah akidah, ilmu kalam dll tidak perlu bikin geger kayak sekarang jika kita bisa menangkap maksud kata “iman” dengan benar. Barangkali keributan antar pengikut madzhab fikih juga tidak akan segila hari ini jika kita bisa menangkap maksud kata “Islam” dengan benar. Barangkali kita juga tidak akan terbelah menjadi aliran rasional, tekstual, mistis, tasawuf dll jika kita bisa menangkap maksud kata “ihsan” dengan benar.
Karena seharusnya pada zaman ini kita benar-benar harus konsentrasi penuh dengan persoalan akhir zaman yang diungkapkan Rasulullah setelah beliau berhasil menjawab 3 pertanyaan Jibril di atas. Beliau menguraikan tanda-tanda akhir zaman dan kerusakan sistem kehidupan secara jelas, yang hari ini telah dan sedang terjadi. Tapi apa boleh buat, memang kamuflase zaman membuat kita terjebak seolah-olah merasa beriman dan merasa paling masuk syurga.
Padahal kalau kita mau sedikit terbuka dan rendah hati. Mayoritas umat Islam seluruh dunia saat ini memasuki kegelapan seperti gelapnya seorang pelacur wanita. Beruntungnya si pelacur wanita yang diceritakan Kanjeng Nabi itu (diabadikan dalam Hadits yang lain) masih memiliki rasa cinta pada anjing sehingga rela memberi minumnya pada anjing tersebut. Lalu Allah “terharu” dan mengampuni segala kekhilafannya.
Nah kita, yang hidup dalam sistem riba 100% akibat kemenangan kapitalisme global, yang keilmuannya tercemar oleh wacana materialisme dan sekulerisme, yang mulai meninggalkan pertanian & peternakan organik (padahal itu wujud ibadah untuk menjamin makanan halal dan thoyyib), yang tidak lagi bisa mengidentifikasi siapa ulama sejati dan siapa yang bukan, kok pede-pedenya merasa paling warbyasah dalam hal beragama. Dikepung kegelapan separah ini kok kemaki rumangsa semoleh tenan.
Aku milih sareh lan lumaku sing jejeg, paling ga mbenerke pikiran sik, arepa ra iso ngopo-ngopo ing njaba. Mari berjuang membuat Allah “terharu”, sebisa-bisanya. Biar nasib kita ikut mujur, semujur pelacur yang mengorbankan dirinya agar bisa ngasih minum anjing. Bukan berarti kita mencari anjing yang mau mati, tapi kejadian masa lalu pelacur ini dapat kita terjemahkan dalam kehidupan modern ini menjadi tindakan yang senilai dengannya. Nek isa, tur kudu isa, yen ra iso siap-siap ra genah nasibe.
Ini sudah akhir zaman, benar-benar akhir zaman. Mungkin “dia” sudah datang. Bukankah hari-hari pertamanya serasa 1 tahun lamanya. Nabi mengatakan si “dia” ini akan keliling dunia naik keledai yang telinganya lebar dan berjalan secepat kilat. Seandainya keledai yang dimaksud adalah pesawat terbang bagaimana? Ini beneran atau simbolisme? Karena sihir kan tidak selalu ajaib seperti di Harry Potter. Kepercayaan kita pada kertas berangka tertentu kan sebenarnya juga keberhasilan dari sihir. Bahkan emas dan perak yang dihalalkan untuk alat pembayaran justru diharamkan lewat traktat-nya IMF. Aku yo galau, ning setidaknya kudu latihan golek modal untuk membuat Allah “terharu”, sebisa-bisanya.
Silahkan dimaknai saja bagaimana baiknya, tidak usah ribut.
Juwiring, 21 Januari 2016