Kalau bicara Yahudi, jangan langsung dicap bahwa semua Yahudi itu jahat. Ada orang-orang Yahudi yang anti Zionis. Di Amerika, berdasarkan informasi dari Imam Shamsi Ali kepada saya, orang-orang Yahudi yang anti Zionis sangat banyak. Kalau ada isu-isu yang memojokkan Islam, mereka turut ambil bagian membela Islam. Mereka juga turut menentang agresi Israel di Palestina (Ghaza). Itu hanya contoh. Seberapa detil kita sudah tahu klasifikasi orang-orang Yahudi saat ini?
Kalau bicara Amerika Serikat, jangan langsung dijustifikasi jahat seluruhnya. Ada faksi Amerika yang benar-benar nasionalis dan menghormati negara lain, contoh tokohnya adalah alm. John F. Kennedy. Dia adalah presiden Amerika yang memiliki komitmen menghormati Indonesia sehingga dicintai oleh Bung Karno. Pemerintah Amerika dan rakyatnya dua hal yang berbeda. Di kalangan pemerintahannya juga terdapat setidaknya dua faksi berbeda. Dan masih banyak lagi jika diurai tentang negeri Paman Sam itu.
Jika ditelusur lebih dalam ada banyak hal yang sebenarnya kita belum melakukan identifikasi. Apalagi menyangkut aliran dan pergerakan keagamaan yang hari ini benar-benar membuat umat Islam terus gelut diadu domba satu sama lain. Bicara Syiah, harus dibedakan faksi-faksinya, dan mana yang bisa toleran mana yang radikal. Bicara Salafi-Wahabi, harus dibedakan mana yang toleran mana yang radikal. Bicara Kristen, Budha, Liberal, Komunisme, Sosialisme, dll. Bicara NU, Muhammadiyah, dan ormas lainnya pasti penuh dengan faksi-faksi dan golongan-golongan sesuai dengan kultur dan kepentingannya. Apalagi bicara parpol dan organisasi politik yang begitu ruwet konstelasinya, meskipun jelas soal orientasinya, duit dan kekuasaan.
Kata mas Sabrang (Noe), anggaplah sebuah obyek yang ingin kita ketahui itu adalah gajah. Maka cara kita memandang gajah itu akan membuat kita memiliki persepsi tentang gajah. Sudut pandang kita melihatnya juga akan membentuk hasil pandang bahwa gajah itu punya belalai, kaki, ekor, punuk, telinga, mata sipit. Kemudian jarak pandang kita akan membentuk kesimpulan gajah secara utuh, ada yang cuma badannya yang gede, atau malah kulitnya yang kayak tanah hampir kering. Kemudian resolusi pandang kita akan menghasilkan gambar gajah yang keren dan detil, ada juga yang blawur. Maka jika kita tak mampu mengidentifikasi dengan detil dan tak memiliki cukup pengetahuan, bukankah diam lebih baik. Dan itu sesuai dengan dhawuhe Kanjeng Nabi.
Maka konyol sekali kan seandainya sekarang kita terjebak dalam musim olok-olokan. Sama-sama penonton gajah, yang satu ngejek yang lainnya. Kaum yang tahunya kuping gajah ngejek kaum yang tahunya ekor gajah. Lha nek ngene iki kan lucune pol. Makane ayo gojeg wae lah. Hidup muk pisan kok serius men. We serius pada hal-hal yang sejimpit. Kita itu cara nyerap ilmune cen wis lemot, gak kayak zaman Kanjeng Nabi. Zaman Kanjeng Nabi, para sahabat dengar ayat dan sedikit penjelasan nabi, pikiran dan hati mereka langsung memproses menjadi sebuah pemahaman yang utuh. Itu karena software mereka terjaga dan tidak banyak error kayak sekarang. Nah kita, muk sak jimpit ngertine gemredeke ra umum (termasuk saya).
Hidup di akhir zaman itu banyak tipuan, kamuflase, dan jebakan. Sekarang kita udah dienggo dolanan karo wong-wong dengan istilah Islami dan Syariah. Nanti akan ada banyak lagi dagelan yang muncul dan membuat kita ribut satu sama lain. Kanjeng Nabi wis dhawuh, jumlahe dhewe (umat Islam) pancen akeh, ning kaya umpluk (buih). Artinya kondisi akhir zaman itu memang akan demikian, tidak bisa dielakkan. Kalau kita pengin selamat berarti ya jangan jadi umpluk. Muk melu-melu sing ketoke akeh tur ngetrend. Semoga kita selalu bahagia karena ditemani Kanjeng Nabi yang selalu kita sapa di setiap duduk tahiyat shalat.
Juwiring, 9 Januari 2016