Ke depan, sekolah dasar dan menengah pertama itu cuma punya empat mata pelajaran: akhlak, logika, bahasa, dan sejarah. Yang paling ramai di ruang guru adalah rapat kurikulum dan membentuk team teaching untuk proses pembelajaran.

Tidak perlu ada buku cetak dari Jakarta, karena sumber belajar ada di alam sekitar. Jadi sekolah adalah lembaga penelitian dan pengembangan terkecil dan terdekat dari masyarakat yang tugasnya menjadi penjaga kebudayaan dan solusi dari problematika sosial yang ada.

Sudah terbukti banyaknya lembaga yang dibentuk berpuluh-puluh tahun ini tidak solutif, selain hanya menjadi jalan tol keluarnya anggaran. Jika harus memperbaiki semua, berapa banyak SDM yang dibutuhkan dan belum tentu mampu. Yang realistis adalah dimulai dari keberanian mewujudkan sekolah yang memang memanusiakan.

Polarisasi akan terus terjadi. Wong sejak tahun 2014 saja sudah terjadi polarisasi macam-macam. Dan setiap kutub ini akan mencari massa dan insya Allah akan banyak dapat massa karena sekarang paling enak ikut-ikutan ketimbang mikir. Karena mikir itu berat, butuh perjuangan, dan kadang bisa dicap sesat.

Demikianlah kenganuan yang nyata di akhir zaman ini. Jadi ingat dengan serat-serat yang ditulis oleh Ranggawarsita dan beberapa pujangga tentang situasi kebodohan akhir zaman semacam ini.

Juwiring, 29 November 2015

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.