Ketika kita tidak mengkaji relasi kaum Paderi dan kaum Adat dari yang awalnya berseteru hingga bersepakat yang kemudian melahirkan konsep “Adat Bersendi Sara’, Sara’ Bersendi Kitabullah”, cara kita melihat perjuangan rakyat Minangkabau melawan Belanda kok rasanya jadi bias ya.
Begitu pula dalam melihat perang Jawa. Jika menutup mata soal relasi Islam dan Jawa dari era Majapahit, Demak, hingga Mataram, kita akan banyak kehilangan citra lengkap pangeran Diponegoro. Lalu lahirlah klaim-klaim sepihak bahwa beliau itu konon begini, sesuai klaimnya, tidak pernah terpikir bahwa beliau itu sosok Jawa-Islam utuh dengan kekhasannya yang sangat dekat dengan tasawuf.
Melihat perjuangan rakyat Libya di bawah pimpinan para mursyid thariqat. Maka kita akan melihat bagaimana Syaikh Omar Mukhtar memimpin rakyat yang kebanyakan adalah pengamal tasawuf as-sanusiyah. Demikian juga di Mesir ketika Imam Hassan al Banna yang terkenal sebagai pengamal thariqat Hashafiyah-Sadziliyah mendirikan Ikhwanul Muslimin, maka kita menemukan nilai-nilai yang sangat mendasar tentang perjuangan kemanusiaan.
Di era modern ini, semangat jihad mereka dengan mudah direduksi pengertiannya sekedar sebuah perang dan perlawanan dalam rangka merebut kekuasaan dan gantian berkuasa. Di zaman ini kita kehilangan spirit tasawuf karena terlalu materialistik. Kalaupun mengaku bertasawuf, yang dikejar hanya bentuk formalnya sebagai muridnya syekh Ini, kiai Anu, dan sebagainya. Nanti kalau sudah punya nama, diaku-akukan untuk meraih materi lagi.
Kadang saya mencemaskan diri saya sendiri, jangan-jangan saya pun mengalami kekosongan spiritual. Mudahnya membenci, berprasangka yang tidak-tidak, hingga ketakutan atas urusan rezeki dan sebagainya lebih sering menjadi ujian yang berat. Dan entah mengapa, di dunia maya maupun di dunia nyata, dunia kita isinya kok mulai dipenuhi dengan benci membenci, saling berkubu, hingga tak jarang saling menginjak sana sini demi memenuhi nafsu keserakahan yang dahsyat. Dan penting dicatat, itu nyata terjadi di kalangan umat Islam sendiri, umat Islam sendiri.
Juwiring, 22 April 2017