Pasca kampus itu bukan sekedar kerja, tapi berkarya. Alhamdulillah, skenario-Nya begitu indah. Dipertemukan satu demi satu dengan para guru hebat, yang selama ini hanya macak wong biasa, tetapi dari pembicaraan dan apa yang sudah (dan masih) beliau lakukan sesungguhnya luar biasa.
Mereka adalah para guru yang mengajarkan kesehatan berpikir di tengah mainstream kehidupan yang grubyak grubyuk sana sini, katanya begini katanya begitu, umumnya begini umumnya begitu.
Di tengah dominasi budaya dan pola pikir impor yang merusak struktur kebudayaan kita, Allah masih titipkan orang-orang yang bisa membaca ayat-ayat-Nya di negeri ini dengan benar, mengaplikasikan al Quran sesuai dengan tantangan zamannya.
Merekalah yang menurutku mengikuti metode belajar Rasulullah dan para sahabat, yakni mengkaji dan mengamalkan. Karena sekarang lagi ramai orang berdalil, “sampaikan dariku walau satu ayat”, padahal konteks lainnya adalah para sahabat itu belajar dari Rasulullah itu pelan-pelan satu demi satu ayat dan petuah agar bisa bisa diamalkan dengan baik. Maka satu ayat yang disampaikan itu ya memang yang diamalkan, bukan yang di sebar turut broadcast dengan cara “copas dari grup sebelah”. Hahaha
Nah sekarang, kita tidak hanya memasuki era industrialisasi barang dan jasa, dalam Kenduri Cinta pertengahan tahun 2015 ini sudah diketengahkan tema “Industrialisasi Nasihat”. Sehingga temanku, mas Titis Efrindu Bawonosampai berkelakar, penceramah dan pendakwah itu beda. Sekarang banyak penceramah, tetapi pendakwahnya sedikit, kadang tidak ada.
Selamat hari guru! Semoga Allah menjaga kalian dalam keistiqomahan. Kulo taksih butuh panutan ingkang saged njagi leresing lampah lan warasing pikir.
Juwiring, 28 November 2015