Fenomena pemberitaan yang pilih kasih itu hanya cermin dari pembacanya yang juga suka bawa-bawa perasaan.

Kroscek ke diri kita aja, misal ada berita yang isinya ngece presiden, yg haters pasti seneng banget, begitu pula jika ada berita hiperbolis yang memuji-muji presiden di luar fakta, lovernya juga ga kalah histeris.

Contoh lain, ketika banyak berita sedang menyudutkan PKS, hatersnya pasti hot banget girangnya, sampai bikin-bikin meme yang tidak substantif, dan tak jarang yang bertindak begitu itu adalah saudara seiman, lalu loversnya gantian cari-cari pembenaran yang terkadang justru memperkeruh situasi.

Contoh lainnya lagi, pas Muktamar NU dan Muhammadiyah berlangsung, berita kisruh menyeruak. Ada yg mbanding-mbandingkan, ada yang terus nyonyor ejek sana ejek sini. Jadi sepertinya ada semacam tradisi baru yang tumbuh dalam dunia informasi. Saya tidak mau menghakimi, silahkan saja tradisi itu dilanjutkan jika menurut Anda benar,

Saya rasa, berita-berita fiktif dan busuk yang berkeliaran di sekitar kita bukan sepenuhnya salah media. Pembaca juga harus belajar memilah dan memberi pelajaran pada pelaku media. Media itu bagian dari bisnis, jualannya informasi, pendapatannya dari iklan. Pemberi iklan maunya medianya ramai dan banyak diakses. Ini dagang men.

Makanya bagi saya sih mau media sekuler maupun media Islam, kalau obsesi bisnisnya bikin rusak tatanan karena cuma tebar provokasi ya ditinggalkan saja. Kalau pengin tau sifat berita itu seharusnya bagaimana, buka aja al-Quranmu, di sana ada contoh-contoh bentuk reportase, cara beropini, dan eksposisi-eksposisi yang jauh berbeda dengan berita media (yang biasanya lebih layak disebut opini wartawan dan tim redaksinya) sekarang. Kalau tidak sanggup, baca saja model-model pemberitaan media massa 5 – 10 dekade silam, itu masih lebih keren dan berbobot.

Makanya jika umat Islam tidak mau ngonceki al-Quran lebih dalam, biasanya akan sibuk perang. Karena pikiran yang kosong akan didominasi perasaan. Dan kalau bicara penghinaan, bukane itu sudah terjadi tiap hari. Termasuk kita sendiri adalah penghina kok, buktinya rezeki udah dijamin, setiap hari juga suka gelisah khawatir ga punya duit. Iyo ra? Aku ijik iyo. Makanya sesama penghina Tuhan, ga usah saling menghina. Mari berjuang keras menghentikan penghinaan ini.

Surakarta, 8 Agustus 2015

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.