Kata itu dimulai dari ucapan, bukan tulisan. Kalau orang hari ini sibuk berdebat soal tulisan, kembalikan ke ragam bahasa dan standar yang digunakan. Dan tidak usah terlalu memberat-beratkan diri pada tulisan dahulu lah. Mending fokus pada kata dan maknanya dahulu agar presisi pada hakikatnya.
Saya masih tetap geleng-geleng kepala jika ada yang berdebat soal “insya Allah atau inshaallah atau insyaaaaaa Allah”. Maksudnya perdebatan tentang ini apa. Bukankah pedoman transliterasi baku dari huruf arab ke latin versi Indonesia sudah jelas. Dan kalau pun ada yang salah tulis, rak yo intine wis mudeng to. Maksudnya juga sudah terang begitu kok.
Kalau perdebatan semacam ini ga ada yang mau ngalah, sekalian saja perdebatkan mushaf al-Quran modern dengan mushaf Quran di era Utsman bin Affan hingga awal Bani Umayyah. Silahkan datang ke Muzium Kesenian Islam Malaysia untuk melihat langsung bagaimana begitu berbedanya kedua bentuk huruf Arab yang terpisah selama 12-13 abad itu. Jadi nanti silahkan salah satu mushaf disalahkan.
Membaca tulisan itu baik, tetapi mengerti konteks dari tulisan itu jauh lebih baik. Hafal al-Quran itu luar biasa, tetapi memahami dan mengamalkan kandungan al-Quran itu jauh lebih luar biasa. Ada banyak hal yang lebih penting untuk dikaji dan dipahami, yakni makna ketimbang larut dalam polemik ragam formal yang tampak secara fisik.
Atau jangan-jangan memang kehidupan saat ini sedang menuju ke arah pencitraan. Jadi yang penting kelihatan oke dari luarnya? Ya silahkan saja.
Surakarta, 5 Agustus 2015