Sebelum Dolly ditutup, sesungguhnya ada proses panjang dalam upaya penyadaran para WTS yang dikawal Simbah. Di antara cerita yang perlu kita petik hikmahnya adalah Simbah berkali-kali tanya, “sing ora ngerti yen melacur ki dosa ngacung?”. Tidak ada satu WTS pun yang ngacung, artinya mereka tahu bahwa perbuatan melacur itu dosa.

Mari diperluas, koruptor itu kira-kira apa tidak tahu bahwa korupsi itu dosa. Lalu menyontek, lalu buang sampah sembarangan, dan seabreg ketidakbenaran lainnya yang mungkin juga kita lakukan. Nah, kita tahu kan itu dosa, tapi faktanya kita kadang melakukannya. Jadi, apa masalahnya? Masalahnya adalah kita tidak “berpuasa” untuk melawannya.

Hanya saja, wacana formal jangan begini dan jangan begitu justru semakin dibesar-besarkan, bahkan kadang dengan metode yang akhirnya menumbuhkan kebencian dan dendam. Padahal aslinya setiap orang yang bisa diajak ngomong baik-baik di titik kesadarannya itu sudah memiliki modal itu. Problemnya adalah membuka jalan dan keberanian untuk memulainya.

Dan itulah yang 23 tahun diperjuangkan Rasulullah. Bukti empirisnya dapat dilihat dari berapa prosentase Rasulullah mengangkat senjata dari sepanjang 23 tahun masa dakwahnya. Dilihat dari periwayatan hadits dan prosentase ayat-ayat perang dalam al-Quran sangat tidak sebanding dengan banyaknya ayat-ayat kisah dan hikmah.

Problem kita bukan soal kurangnya pengetahuan, tetapi ketidakmauan. Juga kehilangannya strategi sosial dan kebudayaan sehingga sekarang ukhuwah menjadi penuh duri dan caci, ditambah ghibah di belakang dan di saat kajian untuk menggunjingi rumah orang lain karena nafsu kedengkian. Kita kehilangan prioritas, untuk berprinsip ngerti sithik ning diuri-uri tenanan, ora mung ngerti akeh ning nggo ngamplengi liyane. Syukur ngerti akeh tur isa nguri-uri lan muruki kancane kanthi sabar lan welas asih.

Surakarta, 29 Juli 2015

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.