Sejak jadi tukang kebun saya sering melihat fenomena orang tua yang tidak siap menerima anaknya apa adanya.
Pada dasarnya, usia anak-anak adalah usia pertumbuhan. Padanya, ada potensi baik dan potensi buruk. Sayangnya banyak orang tua yang memaksakan ukuran bahwa anaknya harus baik sempurna sejak kecil. Cara berpikir semacam inilah yang menghancurkan proses pendidikan yang sewajarnya dijalani anak.
Kasus yang sering terjadi adalah ketidaksiapan orang tua menerima data yang diberikan sekolah. Namanya anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah dan di lingkungan rumahnya, ya tidak hanya potensi positif yang diaktivasi tapi juga potensi negatif. Dan di saat potensi negatif teramati, orang tua sering salah bersikap.
Di sekolah yang guru-gurunya sudah dilatih untuk menjadi observer yang baik, mereka tidak terbiasa menjustifikasi anak sebagai pencuri meskipun kedapatan mencuri, tidak pula menjustifikasi anak nakal meskipun kedapatan bahwa si anak gemar berulah. Untuk korban pencurian, sekolah yang menggantinya. Untuk barang-barang yang rusak, diharapkan diganti orang tua anak yang bersangkutan. Ini prosedur yang dibangun.
Jika suatu ketika guru memberi laporan bahwa si anak terindikasi suka mencuri, buru-buru orang tuanya membantah kelakuan anaknya hingga malah ada yang menuduh sekolah mengada-ada. Tak hanya itu, di rumah si anak bisa jadi juga dihajar habis-habisan karena dianggap mempermalukan orang tua. Kecenderungan perilaku semacam inilah yang justru menghambat tumbuh kembang anak. Jika anak memang punya potensi negatif yang tampak, orang tua tak perlu malu pada sekolah. Justru pro aktif bersama guru melakukan terapi agar sembuh.
Dalam banyak kasus yang sedang berjalan, seringnya kebanyakan orang tua menyerah untuk berbuat. Dikiranya sekolah itu lembaga layanan 24 jam yang bisa memberikan solusi tanpa peran orang tua. Berapa jam sih anak di sekolah? Bukankah lebih banyak waktunya di rumah. Bukankah anak adalah tanggung jawab orang tua? Mengapa sekarang banyak orang tua yang tidak memperhatikan anak-anaknya sendiri dengan detil?
Saya sendiri baru sebatas menjadi kolektor data atas kasus-kasus yang bergulir. Bagi sekolah ini, potensi-potensi negatif anak bukanlah cap buruk untuk mereka. Itu adalah bagian dari proses pertumbuhan mereka yang belum selesai. Guru hanya bisa membantu, orang tualah yang mesti menyelesaikan. Komunikasi orang tua dan guru kuncinya. Dan kesediaan orang tua mendengar kisah apa adanya tentang anaknya berdasarkan versi sekolah adalah masukan penting.
Lebih baik masalah-masalah anak tuntas sejak kecil. Dari pada mengendap dan anak terbiasa tidak jujur dalam bersikap di hadapan orang tuanya. Kelak ketika dewasa bisa meledak dan menjadi sejarah buruk bagi si anak dan tentu saja kedua orang tuanya. Anak adalah manusia independen yang diciptakan Tuhan dengan tugasnya sendiri. Tugas orang tua menemaninya, bukan untuk dijadikan mesin masa depan kehendak orang tua.
Juwiring, 26 September 2017