Imam al Ghazaliy, Muhyidin Ibnu ‘Arabi, Ibnu Hajar al Atsqalany, dll itu bukan orang yang secara materi miskin lho.

Bahkan khalifah Umar bin Khattab yang selama menjalankan tugas cuma punya satu jubah dengan tambalan 12 lubang itu pun aset hartanya mencapai triliunan untuk kurs rupiah hari ini.

Jadi untuk hidup zuhud itu, bukan soal kaya atau miskin secara materi, tetapi kesanggupan untuk bertindak hati-hati dan rasional pada kekayaan. Sikap rasional inilah yang hari ini berat dijalani oleh manusia-manusia modern.

Di tengah penjajahan modernisme yang identik dengan FOOD, FUN, dan FASHION, manusia-manusia diserang dari segala penjuru. Yang sudah anti agama, mereka ditawari untuk hidup bebas layaknya hewan atas nama hedonisme dan liberalisme. Yang agak kenceng beragama, mereka ditawari pula untuk hidup “seolah-olah Islami” dalam jebakan industri dan konsumerisme yang parah.

Besarnya jumlah umat Islam di Indonesia dan berulangnya peristiwa haji hingga berpuluh-puluh tahun tapi tidak membuahkan apa pun bagi peradaban, menunjukkan bahwa umat Islam hari ini masih setia menjadi konsumen. Entah konsumen biro travel, konsumen industri makanan dan pakaian, hingga konsumen institusi agama yang sibuk mencari pengikut untuk eksistensinya sendiri.

Jumlah umat Islam yang besar di Indonesia seharusnya mampu menghadirkan Indonesia sebagai negara terkuat di dunia karena memiliki segala sumber dayanya. Pelaksanaan ibadah haji yang sudah sangat rutin setiap tahun, seharusnya melahirkan sebuah persatuan Islam yang kuat sehingga tanpa menunggu lama seharusnya setelah kesultanan Utsmani dibubarkan, bisa lahir kesultanan baru atau sebuah otoritas baru yang menjadi pelindung umat Islam seluruh dunia. Nyatanya tidak, posisi umat Islam yang sangat besar ini tetap hanya menjadi subordinat yang nggamblok sana sini.

Jadi, jika bicara kebangkitan Islam dilihat secara kolosal, saya kok sangsi ya untuk saat-saat ini. Tapi jika dilihat secara individual, banyak kok muslim yang santai dan tetap kalem menjalani hidup sekalipun situasi dunia semakin mengkhawatirkan seperti saat ini. Mereka tetap waspada dan mengetahui tipu daya global yang parah ini, sembari mengajaki teman-temannya kembali ke jalan yang lurus. Ada yang akhirnya yakin dan mengikuti, tapi lebih banyak lagi yang tidak percaya.

Juwiring, 17 September 2017

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.