Kembali menjadi warga bumi yang diberi akal dan dititipi amanah mengelola bumi. Maka dari itu, negara adalah bagian dari kehidupan kita, yang harus dikelola sebagai bagian dari tugas kekhalifahan kita di bumi. Negara bagian dari kita, bukan kita bagian dari negara.

Setiap manusia hendaknya menjadi khalifah untuk dirinya masing-masing sebelum mendeklarasikan dirinya meng”khalifahi” apa pun. Karena berbagai penindasan dan kesengsaraan di kehidupan kita, semata-mata bermula dari gagalnya manusia mengkhalifahi dirinya sendiri.

Negara, ormas, parpol, kartel, atau apa pun model syu’ub dan qobail modern, bukankah itu hanya buatan manusia? Lalu mengapa justru hal-hal buatan semacam itu sekarang lebih menakutkan manusia ketimbang ia takut pada potensi bahaya yang tersimpan dalam dirinya sendiri. Saking takutnya sampai kita bahkan tidak yakin bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan potensi kekuatan maha dahsyat.

Ingatlah bagaimana ketika Allah cemburu kekasih-Nya, Nuh dihujat kaumnya, maka Dia biarkan bumi dan langit menghukum manusia-manusia biadab itu. Ketika Allah cinta pada Ibrahim, disuruhnya api menjadi dingin dan tak membakar tubuh kekasih-Nya. Para Nabi dan Rasul adalah pelajaran penting dari Allah untuk manusia, bahwa potensi seorang manusia itu tidak boleh diremehkan.

Mengapa kita sering GR dengan merasa lebih sholeh dari orang lain sehingga kita bertingkah seperti Iblis yang merendahkan Adam. Tak bisakah kita sedikit berbaik sangka bahwa ditahannya aneka bala bencana, padahal kondisi kehidupan kita saat ini sudah sangat fasad dan rusak, karena doa-doa tulus dari para pemulung sampah, tukang becak, kuli panggul, dan para petani yang lurus dan ikhlas hidupnya?

Bukankah dalam sehari saja kita tidak bisa memastikan makanan yang kita makan benar-benar halal dan thayyib 100 %, wong kita cuma bisa beli dan bermodal baik sangka sama penjualnya saja kok. Sementara kita juga tahu bahwa penipuan, korupsi, manipulasi ribawi, dan segala kefasadan itu tengah mengepung kita. Yakinkah makanan yang menjadi daging kita, pakaian yang melekat di badan kita sudah terjamin? Wong kita bahkan lebih memilih toko-toko bermerk yang entah di mana asal barang-barang mereka kulakan, ketimbang membeli di tempat saudara kita yang sebenarnya bisa memberi tahu kita asal-usul bahan dan proses produksinya.

Begitulah manusia-manusia modern macam kita yang dipenuhi ke-GR-an di segala bidang. Merasa paling modern, padahal dibandingkan kemajuan teknologi di zaman Nabi Nuh, jauh tidak ada apa-apanya. Merasa paling shalih, padahal jauh sekali dibandingkan zaman para shahabat dan imam ahli fikih yang masih terjamin makanan dan tontonan mereka.

Sadarilah bahwa kita adalah warga bumi, sebelum kita menjadi warga negara Indonesia atau warga negara manapun. Negara bisa hancur dan berganti, tapi bumi kita hanya akan melihatnya sekali selama hidup ini. Maka mempertahankan bumi, menjaga keasriannya, menjaga sistem alamnya, dan menjadi bagian dari sistem maha rumit ini menurut saya adalah amanah dakwah yang hari ini DIABAIKAN umat Islam, karena lebih sibuk bertengkar dalam perebutan legitimasi kekuasaan dan keunggulan golongan masing-masing.

Juwiring, 18 Juli 2017

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.