Kita terbiasa dididik dengan pendekatan hak, bukan dengan pendekatan kewajiban.

Kebiasaan kita (saya akui juga) menyalahkan pihak lain karena kita lebih fokus mengklaim dan menuntut hak yang harus kita terima, sehingga kita sibuk mengawasi apakah pihak lain sudah menjalankan kewajibannya pada kita.

Coba seandainya kita membalik cara berpikir kita bahwa kita itu hidup dengan kewajiban banyak sekali. Kita lebih fokus pada kewajiban-kewajiban yang harus kita tunaikan pada orang lain. Termasuk jika disakiti, kita lebih sibuk pada urusan membalasnya dengan kebaikan. Kira-kira produktif mana?

Kasus sederhana, apakah kita punya kepentingan atas shalat atau tidaknya orang lain? Bandingkan dengan urusan lisan kita yang sering tidak terkendali untuk menggujing tetangga atau teman? Tapi mengapa kalau lihat orang belum bersedia shalat kita lebih marah dan mengkafirkannya dibandingkan melihat aktivitas kita yang masih suka menjelek-jelekkan orang lain.

Apakah tidak lebih baik begini. Yang memerintahkan shalat itu kan Allah, mengapa tidak kita ajak belajar bersama dengan membuka al Quran dan hadits, biarkan orang menyelami dan sampai pada pemahaman bahwa dia diperintahkan oleh Allah untuk shalat dan merasa membutuhkannya. Kan dia shalat atau tidak, itu kepentingan dia dengan penciptanya, lha kok kita yang senewen.

Sedangkan kita, yang pasti sering menggunjing tentang keburukan orang lain, jelas-jelas punya masalah serius kan. Coba kira-kira kita sering menyadari ini nggak. Kita punya kewajiban lho ya untuk menjaga aib orang lain, tidak merendahkan martabatnya di hadapan orang lain. Sudahkah sering kita jalankan?

Ah, saya sangat galau dengan diri sendiri yang terlalu menuntut hak, padahal aslinya saya tidak punya hak yang asasi, yang saya tahu saya hanya punya kewajiban asasi yang sudah ditetapkan Allah. Sungguh Dia Maha Pengasih dan Penyayang, karena kita diberi kewajiban yang tidak sak klek dan seragam. Bayangkan jika Dia menciptakan manusia dengan satu tugas sepanjang hidupnya, misalnya njengking atau berbaring melihat langit tanpa henti.

Ternyata tidak begitu kan, Dia ciptakan kita dengan akal dan diberi kesempatan berproses memahami dan menemukan kewajiban yang ditetapkan-Nya. Sambil salah-salah juga boleh, karena disediakan pengampunan. Jadi kurang baik apa Allah sama kita? Kok ya kita masih saja lalai.

Ngawen, 6 Juli 2017

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.