Konsep desa muslim yang disarankan Syaikh Imran Hosein lebih realistis untuk diwujudkan dari pada konsep negara Islam seperti yang sedang masif berjalan. Dalam sejarah, kekhalifahan hanya bisa tegak jika pusat ruhani (Mekah) masih satu poros dengan pusat kekuasaan (awalnya Madinah, lalu Kuffah, lalu Damaskus, lalu Baghdad, lalu Mesir, hingga akhirnya Istanbul/Konstantinopel).

Nah sekarang, kekuatan mana yang bisa menjadi pusat kekuasaan dan memiliki pasukan yang bisa merebut Mekah dari negara bonekanya Sekutu itu? Berani nyerang, siap-siap saja bertemu pasukan gabungan NATO. Itulah mengapa Syaikh Imran berpendapat, sebelum munculnya Imam Mahdi, umat Islam tidak akan mampu menegakkan kekhalifahannya kembali.

Lalu apakah kita akan berpangku tangan? Ya jelas tidak. Makanya disarankan membangun desa muslim. Paling tidak yang disasar adalah dua hal pokok, yakni perbaikan sistem ekonomi lokalnya dan penyelenggaraan pemerintahannya. Sebenarnya di Indonesia, banyak contoh konsep desa muslim yang tinggal kurang sisi syiarnya saja. Masyarakat Badui Dalam, Marapu, Dayak dll secara aplikatif justru sangat muslim dibandingkan masyarakat muslim formal di kawasan urban yang serba tidak mandiri apa-apanya.

Masalahnya kita kadung terjebak pada polemik identitas. Gara-gara kita anti Syiah secara buta, kita enggan belajar dari Iran dalam membangun stabilitas ekonomi dan politik kenegaraannya. Gara-gara kita anti China secara buta, kita enggan belajar kepada raksasa itu bagaimana membangun kebangkitan ekonomi mereka secara kolektif. Pokoknya kalau udah benci, semuanya jelek. Sebaliknya, kalau udah kadung cinta, semuanya ditiru termasuk penghancuran diri sendiri sekalipun.

Masyarakat kita masih terpenjara dalam dua masa, alam bawah sadarnya masih ingin menjadi hamba raja, tapi perilaku teknisnya sok bikin negara modern. Akhirnya demokrasi kita demokrasi cap kerajaan, yang politisinya bertarung seperti era raja-raja dengan memanfaatkan dukungan rakyat yang mentalnya ngawula. Mbok sudah level profesor sekalipun to, rak kebanyakan dari kita pasti mencari raja untuk diabdi. Lucu, sekaligus menyedihkan.

Maka dari itu, solusi pembentukan desa muslim adalah terobosan sekaligus kontinyuasi dari tanah-tanah perdikan para wali dahulu dalam meng-Islam-kan nusantara. Bangsa kita sudah bertauhid sejak dahulu dengan keyakinan Kapitayannnya. Makanya begitu nemu passwordnya, Islamisasi Nusantara berjalan dengan cepat dan menjadi identitas kolektif bangsa-bangsa leluhur kita. Dulu Islam itu sampai menjadi identitas. Misalnya bagi orang Jawa, “Aku Jawa, ya aku muslim”, sehingga perlawanan pada kekuatan kolonial bisa sangat kuat pada permulaannya.

Namun sejak kedatangan kaum kolonial, elit-elit bangsa kita mulai menjadi musyrik karena menyembah materi. Akhirnya rakyat pun mulai ikut-ikutan bubrah. Kemusyrikan itu semakin memuncak di zaman ini, di mana kekuasaan dan pencapaian ekonomi adalah segala-galanya. Makanya tidak heran jika kita makin terpuruk hingga seperti ini. Kemusyrikan kita dipenuhi dengan TALBIS sehingga kian kokoh dalam menyesatkan siapa pun yang lengah.

Konsep desa muslim meletakkan keadilan sebagai prinsip utamanya. Membangun kemandirian ekonomi dengan kesadaran bahwa apa yang dihasilkan sendiri itu lebih jelas kehalalan dan keberkahannya. Membangun kesadaran politik dengan musyawarah, bukan dengan menang-menangan seperti pemilu. Kepemimpinan dibangun secara kolektif, bukan individual. Dan desa muslim tidak hanya diperuntukkan bagi yang secara formal bersyahadat saja, tapi semua manusia yang ingin hidup dalam kewajaran interaksi sosial.

Strateginya ada dua. Pertama ya perbaikan langsung ke desa-desa yang masih terpencil. Atau jika punya dana ya membeli tanah yang sangat luas lalu membuat kawasan baru. Namun demikian, cara pertama jauh lebih direkomendasikan walau prosesnya lama. Jika Nabi saja butuh 23 tahun untuk membentuknya, apalagi kita yang bukan apa-apa. Namun yang terpenting adalah kesadaran untuk ideal dan usaha-usaha kita menuju ke sana. Soal hasil akhir, terserah Allah saja.

Ngawen, 19 Maret 2017

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.