Hari ini kata “guru” telah mengalami penyempitan dan pergeseran makna di benak khalayak. Entah berapa besarnya kadar penyempitan dan pergeseran itu sehingga ada banyak masalah yang kemudian timbul. Tak jarang nilai sosok yang menyandang nama “guru” itu pun perlahan merosot, entah karena diperosoti atau memang karena memerosoti diri.
Aku mencoba membuat daftar pertanyaan yang harus terus digali jawabannya tentang “guru” tersebut. Apa itu guru? Siapa saja guru?Bagaimana berguru? dan serentetan pertanyaan tentang guru. Hingga akhirnya terjawab dengan sangat telak bagaimana Allah telah menegaskan secara terang benderang di permulaan wahyu yang diturunkan pada Rasulullah tercinta.
Oh iya, ternyata belajar itu dimulai dari “membaca”. Paradigma “membaca” ini ternyata sering menghilang dari konfigurasi berpikir dan kehidupanku. Keumuman khalayak hari ini adalah membaca, tak lagi “membaca” seperti perintah Allah kepada manusia. Karena “membaca” itu adalah menggunakan seluruh potensi yang Allah berikan pada diri, sehingga bisa menerima input kehidupan secara maksimal.
Dengan “membaca” secara benar, selanjutnya Allah sendirilah yang akan mengajari manusia dengan perantaraan “qolam”. Inilah jawaban yang sangat tegas agar manusia tidak sombong dengan pengetahuannya, karena boleh jadi pengetahuanku hari ini belum tentu sejatinya pengetahuan karena banyaknya ilusi yang menyusup di tengah arus informasi yang ada. Maka siapa pun yang kita sebut guru saat ini hakikatnya adalah salah satu sumber input yang harus kita nilai sendiri kualitasnya sehingga kita bisa menentukan mana yang berkualitas dan mana yang tidak.
Satu-satunya yang kuyakini sebagai sumber input paling berkualitas adalah Rasulullah dan apa yang diturunkan padanya. Banyak sumber input yang Allah bentangkan di alam semesta. Semua harus diserap dengan penuh kesungguhan. Lalu diolah dengan akal dan diteguhkan dengan hati agar dengannya Allah bersedia mengajari kita dan kita memperoleh ilmu atas input yang masuk tersebut. Demikianlah berguru, yang tidak sesederhana ungkapan kata-kata.
Karena berguru itu tidak mudah, maka jangankan memberi rapor orang lain, wong menunggu dapat rapornya sendiri saja harap-harap cemas luar biasa.
Surakarta, 3 Maret 2015