Al Quran itu ayat-ayatnya saling menjelaskan satu sama lain. Ketika al Maidah : 51 menjelaskan larangan mengambil orang Nashrani dan Yahudi sebagai auliya’, ayat lain menjelaskan bahwa mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani) juga ada yang dekat dengan umat Islam, terutama dari kalangan Nashrani.

Sehingga surat al Maaidah : 51 itu akan lebih tepat jika dipahami, “janganlah menjadikan sebagian orang Yahudi dan Nashrani sebagai “auliya”, jangan dipotong disini, lanjutannya adalah penjelasan jenis Yahudi dan Nashrani yang tidak boleh dijadikan auliya, yakni yang mereka saling menjadi auliya satu sama lain. Auliya sendiri saya lebih setuju jika tidak hanya diartikan sebagai pemimpin politik, tapi lebih besar dari itu, yakni teman dekat atau pihak yang diberi kepercayaan.

Nah, siapa golongan yang disebut dalam al Quran ini? Dalam kehidupan modern ini ya Zionis itu. Zionis adalah persekutuan antara kekuatan Yahudi Eropa dengan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa yang kemudian menaklukkan dunia dan mengubah berbagai tatanan kehidupan. Sebelum mengekspansi dunia, mereka terlebih dahulu menghancurkan institusi gereja Eropa yang dipegang oleh penerus Romawi Barat di Roma dan menindas masyarakat Kristen pro Gereja. Setelah mereka menguasai dunia lewat kolonialisme, mereka menancapkan tatanan dunia baru lewat PBB dan IMF yang targetnya adalah pendirian negara Israel Raya.

Itulah mengapa warna Kristen Barat itu berbeda dengan Kristen Timur. Cara penyebaran agama mereka bersifat ekspansif seperti kekuasaan Eropa yang dulu membawanya. Maka tidak heran jika pergerakan itu sering membuat heboh kalangan umat Islam yang sok kagetan dengan istilah Kristenisasi. Meskipun demikian, pada perkembangannya kaum Kristen baik yang Katolik maupun Protestan mengalami akulturasi dengan kebudayaan lokal. Hal itulah yang membuat ajaran Kristen, yang pada awalnya ditolak oleh masyarakat Indonesia karena identik dengan kaum penjajah, menjadi diterima oleh masyarakat Indonesia. Itu berkat perjuangan dari tokoh agama mereka yang memahami kultur kebudayaan masyarakat lokal dan melakukan perubahan cara-cara dakwahnya.

Misalnya Romo Mangun, tentu saja saya sebagai orang Islam berhak berprasangka bahwa beliau punya misi untuk menyebarkan ajaran Katoliknya. Tetapi saya harus adil bahwa langkah-langkah pendekatan sosial yang beliau tempuh sangat baik. Wajar jika masyarakat yang disentuhnya sukarela beralih keyakinan menjadi Katolik. Seharusnya perilaku sosial yang baik semacam ini ditiru oleh kalangan umat Islam jika ingin meneguhkan ke-Islam-an masyarakat atau sekaligus mendakwahi umat Kristen agar kembali pada Islam. Kita fair saja dong, sebagai umat beragama yang baik, pasti akan saling mengajak masuk ke dalam ajaran agamanya. Yang tidak boleh adalah memaksakan kehendak dan mengancam seseorang agar berpindah kepercayaan. Makanya sebenarnya umat Islam tetap harus kritis kepada pemerintah, terutama untuk meluruskan tindakan-tindakan pemerintah yang mencederai keadilan.

Hanya saja, ketidakinginan zionis membiarkan Indonesia tumbuh menjadi negara merdeka dan berdaulat, mereka berupaya melakukan penguasaan dengan segala macam cara. Selain menggunakan perangkat adu domba agama mereka juga melakukan pembodohan secara opini. Umat Islam gampang disulut emosinya. Kebanyakan umat Islam sekarang, tidak lagi adil mengidentifikasi mana umat non-Islam yang pro keadilan dan mana yang menjadi sekutu Zionis. Semua terlanjur dicap sebagai kafir dan kafir halal dibunuh, tanpa pertimbangan bahwa ada umat Kristen yang bisa menjadi sekutu umat Islam dan ada pihak yang harus dimusuhi. Sementara terkadang kita terlalu fanatik juga untuk membenarkan segala hal dari perilaku sebagian umat Islam. Padhal ada sebagian kalangan umat Islam yang menjadi kaki tangannya Zionis, yaitu para pemimpin yang suka korupsi dan mudah disuap. Bukankah VOC bisa menguasai sektor politik bangsa-bangsa Nusantara karena menyuap para penguasanya?

Maka dari itu, persoalan Ahok sebenarnya persoalan yang masih sangat kecil dibandingkan tantangan yang dihadapi umat Islam. Alangkah lebih bermanfaat jika setelah demo tanggal 4 kemarin kita kembali beraktivitas normal sambil menunggu tindakan hukum pada Ahok ketimbang ribut pro dan anti terus. Saya sendiri tidak melihat Ahok sebagai penista al Quran gara-gara pernyataannya di Kepulauan Seribu itu, tapi saya melihat Ahok menista al Quran lewat pelanggaran-pelanggaran kebijakannya yang sangat brutal terhadap kaum dhuafa. Saya yakin, saudara-saudara saya yang Kristen maupun umat agama lain yang punya hati nurani juga sama-sama mengutuk kebijakan-kebijakan Ahok yang sangat pro zionis itu, menindas kaum dhuafa dan memberi jalan lebar kepada kaum kapitalis.

Dan akan lebih adil lagi jika penentangan kita kepada Ahok diikuti konsistensi sikap kritis kita kepada semua pemimpin di negeri ini yang melanggar nilai-nilai keadilan. Meskipun KTP-nya Islam, jika mereka berani korupsi dan melanggar nilai-nilai keadilan, apa bedanya mereka dengan Ahok. Syahadat, shalat, zakat, puasa, dan hajinya seorang pemimpin dilihat dari output kebijakannya. Adapun syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji dalam wujud syariat adalah untuk menandainya sebagai individu muslim, bukan sebagai pemimpin muslim. Maka jika ada seorang pemimpin/penguasa, walaupun rajin shalat tapi kebijakan-kebijakannya sangat merugikan rakyat secara ekonomi, sosial, dan kebudayaan apa pantas tetap diakui sebagai pemimpin muslim?

Pada akhirnya, menjadi umat Islam yang sebenarnya itu dituntut untuk membangun kedaulatan pikiran agar kita tidak distir untuk jadi pro sana dan anti sini sesaat. Kita harus punya ukuran yang jelas untuk pro dengan apa dan anti dengan apa, dan itu semua sudah tertuang dalam al Quran. Konsistensi untuk berpihak semacam ini hanya bisa lahir jika kita tidak dikurung oleh fanatisme buta.

Juwiring, 8 November 2016

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.