Asumsi dasar model demokrasi langsung adalah masing-masing individu memiliki kecerdasan politik yang setara. Sehingga masing-masing kepala mereka berlaku satu suara untuk memilih tokoh yang dicalonkan untuk dipilih.
Artinya dalam sebuah dapil, diasumsikan semua orang yang berhak memilih telah memiliki pengetahuan yang memadai soal politik dan tokoh yang akan dipilih sebagai wakil rakyat. Dalam kontestasi pilkada dan pilpres, rakyat diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai soal tokoh yang dicalonkan.
Sayangnya, masyarakat kita terutama kaum intelektual di kampus hanya fokus bagaimana bertarung. Mereka tidak mengkaji apakah aturan main semacam ini sesuai dengan kondisi bangsa kita. Padahal bukankah permainan akan bermutu jika aturan mainnya juga bermutu.
Dan karena semua hanya sibuk bertarung, maka semakin hari yang berlaku adalah aturan hukum rimba yang dipaksakan pada dunia manusia. Hukum rimba itu bagus untuk diterapkan dalam ekosistem yang tepat. Tapi jika diterapkan di tengah kehidupan manusia yang sebenarnya dibebani aturan hukum Allah, ya seperti ini.
Maka prioritas utama dakwah itu adalah pencerdasan pikiran umat. Soal perjuangan meraih ini itu, biarlah itu menjadi ijtihan masing-masing individu atau sekelompok. Yang penting bagaimana umat Islam bersatu dalam dakwah dan hidup berdampingan dengan umat lain dalam kasih sayang.
Ya dakwah berbasis pencerdasan pola pikir itu susah dan berat. Ia harus membuat umat mampu mengukur, tidak gegabah untuk dikit-dikit main serbu, juga tidak membuat umat menjilat. Dakwah yang berhasil adalah ketika umat sadar bahwa dirinya adalah sejatinya pemimpin dan mengerti bagaimana memandatkan kepemimpinan pada orang lain serta mematuhi perjanjian untuk hidup bersama-sama.
Dan barulah kita mengerti, bahwa inti dari dakwah itu pada adab dan akhlak. Karena mustahil kebenaran itu akan tersampaikan dengan baik jika adab dan akhlak kita buruk. Pertanyaannya, seberapa sungguh-sungguh kita mulai belajar adab dan memperbaiki akhlak kita dalam berinteraksi dengan manusia lainnya?
Juwiring, 8 November 2016