Masih soal rokok, benda nglencer dari rajangan tembakau itu ternyata bisa membuat tatanan masyarakat hingga pemerintahan kacau balau membahas masalah yang tidak jelas juntrungannya itu. Rokok tetaplah rokok, ia benda. Yang aneh adalah kita yang memandang fenomena kebendaan rokok tersebut.
Gampangannya gini, katakanlah menteri-menteri di Kabinetnya Pak Jokowi itu separuhnya adalah perokok, cuma menteri kesehatan saja yang anti-rokok (mungkin terpaksa anti-rokok demi menjalankan kebijakan kementerian), ini kan aneh. Mungkinkah program menkes akan didukung menteri yang lain? Jadi di pemerintahan saja aneh dan inkonsisten kayak gitu.
Nah, yang masyarakat bawah juga aneh, yang anti-rokok kalau lihat perokok kayak lihat setan. Yang perokok, kalau merokok ya ngawur tidak tahu aturan, waton nglepus dan waton ngguwang tegesan. Dan sayangnya banyak juga kaum intelektual yang seharusnya punya kemampuan memandang lebih luas pun terlanjur jadi pendukung salah satunya, bukan mengusahakan jalan tengahnya.
Itu baru rokok, belum soal narkoba yang sebenarnya juga bisa dikaitkan dengan obat-obat kimia dalam dunia farmasi, belum lagi urusan fikih, dan yang paling puncak nanti kalau sudah bicara kepemimpinan. Modyarrrrr. Umat do kon gelut dhewe-dhewe pada urusan yang bukan bidangnya dan tidak proporsional lagi. Salah fokus dan tidak tepat sasaran.
Saya cuma khawatir jangan-jangan bumi yang saya tempati saat ini bukan lagi BUMI MANUSIA seperti yang dikisahkan Pram. Tapi ini bumi Zombie dan Robot yang segala hal harus dipertarungkan dengan sangat keras dan penuh kekejaman, tanpa ada kisah-kisah romantisnya. Masalahnya siapa penular Zombie-nya atau pun pengendali robotnya, saya tidak tahu dan tidak mampu mengungkapnya.
Kehidupan dunia saat ini memang nyata. Tapi saya tidak yakin bahwa proses-proses yang berjalan saat ini adalah kenyataan. Saya lebih banyak menemukan dunia maya dalam pikiran maupun perilaku kita sehari-hari. Termasuk orang lebih beriman pada statistika dari pada fakta empirik yang berulang-ulang terjadi di sekitar kita. Jadi fakta sosial itu kalah dengan teori-teori di buku. Aneh.
Ya apa boleh buat, dunia hari ini memang hanya bayang-bayang saja. Karena ketika alam pikiran manusia diisi oleh aneka ilusi kehidupan dan lupa berpijak pada hal-hal yang menjadi kebudayaannya sendiri, warisan leluhurnya sendiri, ya begini jadinya. Kita eyel-eyelan saling mempertahankan ilusi di kepala kita masing-masing.
Juwiring, 23 Agustus 2016