Jauh sebelum Nabi Muhammad SAW dilahirkan, leluhurnya yang bernama Hasyim pernah berpidato di hadapan kaumnya bahwa hendaknya bangsa Arab bersyukur karena mendapatkan kesempatan menjadi penjaga Baitullah dan selalu kedatangan para tamu Allah. Dia pun berikrar bahwa dirinya akan menyedekahkan hartanya untuk menyambut tamu-tamu Allah yang mulia dan dia menganjurkan kepada orang-orang disekitarnya jika berkenan turut menjamu tamu-tamu Allah tersebut.

Jauh sebelum risalah Islam yang sempurna datang, ternyata bangsa Arab ketika itu memiliki moral yang tinggi terhadap tamu-tamu Allah. Hari ini, konon harga visa untuk memasuki negara yang menguasai Mekah dan Madinah itu hampir mencapai 7 juta. Meskipun untuk jamaah haji/umrah untuk kali pertama ada kebijakan khusus dengan digratiskan, hitung saja pendapatan yang diperoleh dari kunjungan orang ke sana untuk kesekian kalinya. Padahal selain itu, para tamu-tamu Allah ini juga masih harus membiayai hidupnya sendiri selama tinggal di sana.

Walau sekilas kebijakannya terlihat oke untuk yang baru pertama kali ke sana, kebijakan visa mahal ini kan aneh, mirip promo bisnis. Kan orang yang ke sana lagi tak lain juga kebanyakan karena kangen Baitullah dan Masjid Nabawi, walau mungkin tidak khusus untuk umrah dan haji. Bukan apa-apa sih, cuma kok ya segitunya menjadikan Baitullah sebagai jalan mengisi kantong negara dari jalur pungutan langsung. Apakah dampak ekonomi yang timbul selama kunjungan para tamu Allah masih kurang untuk menambah kaya kantong masyarakat dan penguasanya.

Alangkah jauhnya moral anak cucumu wahai Hasyim, wahai Abdi Manaf, wahai Abdul Muthalib. Alangkah sedihnya Nabi Muhammad SAW menyaksikan peristiwa transaksional seperti ini. Lebih memilukan lagi, penguasa yang seperti itu masih banyak dipuja oleh fansboy-nya di negeri ini. Memang aneh sekali zaman ini.

Juwiring, 23 Agustus 2016

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.