Jadi ingat sebuah perkataan Gus Dur, kurang lebih begini
“Jika engkau ingin jadi penyelamat yang sebenarnya, maka berjuanglah sebelum rumah itu terbakar. Singkirkan jerigen minyak yang udah ditaruh orang, jauhkan korek api dari sana, dan mengendap-endaplah untuk mengawasi keadaan. Resikonya kamu tidak terkenal, dan tak jarang siap dihujat dengan tuduhan macam-macam.
Namun jika hanya ingin disebut pahlawan, tunggulah sampai rumah itu terbakar. Lalu berlarilah sambil berteriak meminta perhatian orang. Berjuanglah dengan heroik menyelamatkan apa yang masih bisa diselamatkan. Kamu akan dielu-elukan. Tapi rumah itu terlanjur terbakar, dan apa yang kamu selamatkan mungkin tak akan mampu mengembalikan keutuhan rumah itu lagi.”
Kalimat itu disampaikan di sebuah forum sebelum dia kemudian diangkat menjadi Presiden. Di dalam rangkaian ceramah itu, beliau membeber potensi ancaman kehancuran NKRI pasca lengsernya Soeharto, era yang disebut dalam sejarah sebagai Reformasi, padahal era liberalisasi negara.
Terlepas dari sosok nyentrik seorang Gus Dur yang kerap bikin pernyataan lain dari pada yang lain, saya sekarang mulai menyadari bahwa dibalik kata-kata beliau yang aneh itu, sebenarnya ada pesan yang harus dipelajari. Memang tak semua kita harus setuju (itu hak masing-masing), tapi setidaknya perkataan di atas salah satu pesan penting agar kita segera melakukan identifikasi dan melakukan penyelamatan.
Tentu saja jangan kebanyakan baca berita online, koran, apalagi televisi. Asah logika berpikir agar kita tidak jadi nganu di tengah jebakan banjir informasi ini. Jangan sampai kita jadi pahlawan kesiangan di hadapan manusia. Mari jadi pahlawan di hadapan Allah saja. Meh dituduh macam-macam di dunia, toh itu urusan para penuduhnya.
Juwiring, 17 Desember 2015