Sebelum pemerintah Hindia Belanda membuat BUMN Pelayaran (yang kemudian dinasionalisasi Presiden Sukarno menjadi PELNI), untuk mengirim pasukan-pasukan yang menangani pemberontakan di berbagai wilayah mereka menggunakan jasa perusahaan-perusahaan kapal milik orang Arab dan China.
Jadi, pada masa Hindia Belanda itu pun, setiap ada pemberontakan masyarakat, para pengusaha Arab dan China di bidang perkapalan sangat diuntungkan. Sudah tentu, perusahaan yang paling untung setiap kali ada perang adalah perusahaan-perusahaan senjata yang memproduksi senapan dan meriam-meriam tempur.
Hari ini, penguasa dunia yang sebenarnya adalah sindikat para pedagang. Celakanya, industri yang strategis di seluruh dunia adalah industri sains terapan dalam bidang nuklir dan persenjataan tempur, selain industri kesehatan dan kimia. Di sisi lainnya yang menjadi payung dari semua industri itu adalah teknologi informasi dan komunikasi.
Sehingga, jangan heran ketika berbagai hal kalau bisa dibawa lari ke arah perang. Agar apa? Agar perusahaan senjata laris manis. Media sosial jelas sangat diuntungkan dengan trafik tinggi ketika manusia saling cek-cok dari seputar urusan pertemanan hingga kampanye politik seperti sekarang. Orang-orang tersulut emosinya untuk sekedar pro Jokowi atau Prabowo, para pemilik platform media sosial tinggal ongkang-ongkang menerima uang dari para pengiklan karena meningkatnya trafik.
Jadi, mending manfaatkan Facebook untuk hal-hal yang bermanfaat, minimal buat lucu-lucuan. Kalau kita nggak punya konten ilmu bermutu dan bermanfaat untuk dibagikan, mending posting yang lucu-lucu, bahkan saru-saru pun ndak masalah agar orang ketawa, ketimbang posting hal-hal pemilu yang bikin tegang dan perang. Selamat bermedsos. Jangan lupa besok hari Sabtu.
Surakarta, 18 Januari 2019