Firaun modern adalah model negara bangsa macam sekarang, demokrasi liberal, HAM, globalisasi, sistem ekonomi global di bawah duli IMF dan World Bank, fanatik madzhab manhaj ormas, dll yang diagungkan begitu rupa oleh para pemujanya karena dianggap berkelas dan modern.
Sebagaimana Firaun di masa lalu, Firaun modern ini pun berlaku sama. Siapa yang setia bersamanya akan disejahterakan dan dilindungi. Imbalnya adalah penindasan pada bangsa-bangsa yang dianggap kasta rendah. Di zaman dulu, yang ditindas adalah bani Israel. Zaman modern, yang ditindas adalah bangsa-bangsa yang sejak era kolonialisme di hancurkan dan sekarang diperas dengan julukan negara-negara berkembang.
Firaun tetaplah Firaun. Ia berbuat kerusakan di muka bumi sebagaimana hari ini. Dan para pengikutnya baik dalam skala negara maupun individu hidup dalam kesejahteraan sekalipun harus menginjak-injak manusia lainnya. Yang jadi soal adalah sudahkah kita mengikuti jejak Musa dan pengikutnya. Zaman dulu, pasti susah rasanya memercayai orang desa, mantan bangsawan angkat yang jadi buron, tampang gali, bicara gagap, lalu mengajak untuk melawan penindasan Firaun. Hari ini, bukankah kita juga sedang mengalami situasi ketidakyakinan nasional atas Musa ini.
Dalam banyak praktiknya, umat Islam tidak mengikuti jalan Musa. Tapi kebanyakan mengikuti jalan Firaun dan berharap bisa menjadi Firaun sebagaimana yang sekarang berkuasa ini. Saling berkompetisi untuk mengalahkan dengan cara-cara Firaun, bukan mengikuti jalan Musa yang menggunakan akal sehat, ilmu, dan keyakinan akan pertolongan Allah. Itulah mengapa, Allah membiarkan kita kesakitan dan selalu merasa mengalami kekalahan telak. Makin hari makin baper, makin dipenuhi kebencian, dan akhirnya kita makin kalap seperti halnya para pengikut Firaun itu, wong ternyata kita juga seperti mereka.
Juwiring, 8 Agustus 2017





