Jangan bilang hutang negara to, mana bisa ada istilah hutang negara. Yang ada ya hutang pemerintah. Kalau memang negara itu benar-benar ada, kita bisa menetapkan uang sendiri untuk keperluan perputaran ekonomi kita tanpa harus diintervensi oleh yang namanya IMF dan World Bank.
Berbesar hatilah menerima bahwa negara yang kita percayai masih ada ini, sebenarnya tinggal nama, karena kedaulatannya telah dilucuti sejak NKRI menandatangani kesepakatan KMB dan ditelanjangi dengan 4 kali amandemen UUD 1945 oleh para anggota dewan yang kalian sebut-sebut produk reformasi.
NKRI tinggal nama yang kita akui dalam imajinasi kita dan kekuatannya semakin dilumpuhkan. Bahkan TNI yang dahulu begitu gagah perkasa, diperalat di masa orde baru dan kini dikandangkan di barak-baraknya. Kekuatan NKRI terakhir saat ini tinggal pada rakyatnya, yang sayangnya kebanyakan masih tertidur dalam kemanjaan dan disuapi oleh kemudahan teknologi.
Jadi, pilihan rakyat Nusantara saat ini adalah menegakkan kembali NKRI atau mendirikan negara baru yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sebelum amandemen. Jangan selalu terobsesi dengan kudeta atau guling menggulingkan lah, ada formula lain yang saya yakin bisa ditempuh, tapi syaratnya mau berpikir komprehensif dan kuat menahan nafas untuk proses transisi. Kalaupun harus ada pelengseran prosesnya manusiawi, bukan perulangan caci maki seperti era-era sebelumnya.
Contoh konkrit menegakkan NKRI secara personal adalah ya mulai sekarang jangan suka menjilat penguasa. Ketemu Bupati yo salaman sopan biasa wae, ra usah mbungkuk-mbungkuk kayak nyembah raja, apalagi selfie dengan penuh kebanggaan. Banyak-banyak silaturahim dan sungkem sama guru-guru serta lebih banyak menyapa para mustadh’afin (orang-orang yang dilemahkan) dengan berbagai ragam kreativitasnya. Ga usah nunggu jadi bupati untuk dekat dengan orang-orang bawah. Ra usah kakehan wacana, nanti kalau dah jadi ini itu akan membantu, preketek. Sejak sekarang biasakan hidup sebagaimana mereka.
Jadi jangan mau dibodohi dengan istilah hutang negara. Yang punya hutang itu pemerintah, bukan negara. Pemerintah itu adalah operator yang menjalankan negara. Kalau pemerintahnya kebanyakan utang, itu tanda tata kelolanya salah. Rakyat jangan manja lagi dan menunggu uluran dari negara. Ayo rakyat hidupnya sederhana, berdaulat, dan saling menolong satu sama lain. Ibarate, ra ana negara, ga patheken.
Ungkapan, ra ana negara, ga patheken, bukan untuk membuat kita acuh tak acuh pada Indonesia. Tapi itu kesadaran bahwa Indonesia itu sesuatu yang harus kita rawat dan jaga, ia terlalu kecil di mata rakyat. Jangan malah terbalik seperti sekarang, di mana kebanyakan rakyat takut melihat NKRI. Padahal imajinasi NKRI sebenarnya bisa hilang dalam sekejab jika ratusan juta rakyat NKRI tidak mengakui keberadaannya.
Juwiring, 27 November 2016