Surat al Maaun itu sebenarnya sudah cukup untuk menjadi semacam instrumen evaluasi bagi umat Islam, baik sebagai personal maupun sebagai komunitas. Dan itulah filosofi dasar lahirnya gerakan Muhammadiyah. Maka fokus gerakan Muhammadiyah pada awal-awal adalah pelayanan sosial kemasyarakatan.

Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) dideklarasikan karena perlunya payung kebersamaan dari para ulama di Nusantara. Jadi NU bukan organisasi struktural di mana ada atasan dan bawahan. Pengakuan antar ulama satu dengan ulama lainnya atas pertimbangan keilmuan. Jadi perbedaan di dalam NU memang sangat banyak, tetapi tetap terbangun dalam suasana baik yang selalu dijembatani dengan bahtsul masail.

Bahtsul masail itu forum untuk mendiskusikan masalah-masalah umat dan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Tidak mesti hasilnya kesepakatan bersama dan kalau tidak tercapai kesepakatan tidak lantas yang satu menyesatkan yang lainnya. Karena yang dipelajari dari forum seperti itu adalah adab berbeda pendapat dari para ulama senior dan penggalian referensi sehingga siapa pun bisa turut belajar.

Itulah mengapa di zaman dahulu Kiai-Kiai NU itu bisa sekaligus menjadi penggerak Muhammadiyah di daerah-daerah. Karena memang NU ibarat pagar pemikiran dan kebudayaan, sedangkan Muhammadiyah adalah aktualisasi pergerakannya. Seiring zaman, masing-masing mengalami perubahan orientasi. Muhammadiyah mulai memasuki ranah pemikiran yang biasanya berseberangan dengan mainstream NU. NU mulai memasuki ranah pelayanan sosial dan bersaing dengan Muhammadiyah.

Keduanya diadu domba, dimasuki agen-agen liberal, dan sering dimainkan oknum di dalamnya untuk kepentingan politik pragmatis. Kalau kedua ormas itu nyata solid dan anggotanya seia sekata dengan organisasinya, seharusnya umat Islam menang terus dalam kontes demokrasi. Namun buktinya nihil kan. Dua organisasi yang dulu didirikan saudara seperguruan itu justru seolah bersaing berebut pengaruh di depan umat Islam. Umat Islam jadinya mudah baper sekarang. Ditambah lagi dengan gerakan-gerakan baru yang juga tidak mengakar. Makin ruwet.

Dan saya bersyukur, saya mengenal dan belajar di Muhammadiyah yang gurunya adalah Kiai NU yang jadi sesepuhnya Muhammadiyah dan imam masjid Agung Kota Wonosari. Beliau sudah wafat, al fatihah untuk beliau. Jadi saya Mu-NU aja kalau gitu ya. Hahaha.

Juwiring, 22 November 2016

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.