Patung udah ga akan disembah umat Rasulullah, beliau sendiri yang ngendika. Itu primitif kok. Beliau mewanti-wanti bahwa umatnya ada yang akan terjerumus menjadi penyembah dinar dan dirham. Jangan goblok menginterpretasikannya lantas ada orang yang sujud di kuil yang ada gambar-gambarnya uang, bukan begitu. Tapi uang dan segala turunannya sekarang menjadi satu acuan akhir di dunia dalam setiap aktivitas yang ditempuh.

Ada yang to the point dengan jadi pekerja (baca: pencari uang), mencuri dan merampok secara fisik, berkamuflase jadi macem-macem (jadi politisi, pegawai, jaksa, dll) demi dapat itu, hingga puncaknya ya menggunakan atribut agama, dan ini yang paling menjanjikan. Ini sulit dicegah, karena kita juga akan berdosa jika ngaran-ngarani saudara kita, maka kita lebih baik berprasangka baik saja. Kan ga bisa kita menilai orang yang sedekah itu ikhlas, riya, atau biar dapat ganti yang banyak, niatnya kan benar-benar privat di hati mereka. Kita tidak bisa menjustifikasinya. Lagi pula, urusan hati kita sendiri tidak kalah rumitnya, kober-kobere ngurusi atine wong liya.

Dicelah inilah umat Islam dipermainkan. Inilah ghazwul fikr yang sesungguhnya. Bahwa kemudian lahir pembodohan umat Islam, lahir konsep sekularisme, liberalisme, dll hingga soal konflik di Timur Tengah itu adalah turunan dari ghazwul fikr tingkat pertama tadi. Makanya problem penjajahan Israel yang dilatari misi ideologis zionis ga bisa diatasi karena memang umat Islam belum bersungguh-sungguh menghadapi dengan cara ideologis. Umat Islam terus menerus shortcut melawan itu dengan cara politik. Padahal hari ini politik tunduk dibawah kepentingan ekonomi dan ekonomi dikendalikan oleh ideologi.

Karena level perlawanannya sebatas politik, ya gampang diadu domba. Sekarang udah kelihatan itu, perang persekutuan dan kepentingan ekonomi yang terlihat di depan mata. Bukane menguatkan umat Islam, tapi justru melemahkan dan memperburuk citra Islam. Dan di tengah keterpurukan ini, kita diuji untuk tetap optimis memperkenalkan Islam yang sesuai dengan apa yang diajarkan Kanjeng Nabi, sebisanya dan sekuatnya.

Juwiring, 29 Februari 2016

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.