Lalu dimana letak ribanya jika dolar masih dapat dicairkan emasnya? Awalnya dolar memang masih bisa dicairkan menjadi emas dengan ketentuan harga yang makin tahun makin merosot. Karena jumlah uang kertas yang beredar terlalu banyak, sementara emas jaminannya tidak sebanyak uang yang beredar. Akhirnya ada sebuah perjanjian yang menutup pencairan emas tersebut. Artinya uang dolar benar-benar tidak dijamin apa pun. Titik ribanya ya ada pada manipulasi uang kertas tadi, ilusi di mana kertas dianggap berharga padahal tidak ada jaminannya lagi. Sisi riba berikutnya adalah pada praktek sistem kredit yang sudah pasti menerapkan suku bunga. Dan sistem ini berjalan secara global kan. Artinya kebijakan World Bank dan IMF dijadikan standar negara-negara di seluruh dunia. So,… simpulkan sendiri.
Indonesia, ketika bank sentralnya masih BNI 46, ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) sistemnya masih berjaminan emas, artinya 1 rupiah itu masih dapat dicairkan sekian ons emas. Namun pasca perjanjian KMB, bank sentralnya diganti Javasche Bank yang awalnya adalah perusahaan Hindia Belanda kemudian menjadi Bank Indonesia yang mengikuti kebijakan ekonomi internasional (kapitalis). Dengan bergabungnya Bank Indonesia menjadi bagian dari sistem global maka rupiah kita dipertarungkan dengan dolar. Secara nalar sebenarnya pertarungan antar mata uang semacam ini tidak logis. Jika negara sama-sama berdaulatnya, seharusnya 1 USD = 1 IDR kan. Tapi karena sistem ekonomi kita tunduk dengan mekanisme pasar, maka rupiah dilawankan dengan dolar yang sudah lebih dahulu eksis dalam jumlah sangat besar. Dan kita saksikan hari ini nilainya terus merosot sedemikian parah.
Nah, instrumen riba yang sangat dasar itu kemudian disokong oleh berbagai perubahan global terkait pemikiran. Umat Islam yang kekuasaannya sudah tercerai berai, di mana ulamanya masih terus berdebat soal fikih tanpa ujung, dimasuki berbagai gagasan-gagasan rusak yang nantinya mengubah gaya hidupnya dari yang semula bersahaja dalam berpikir menjadi sangat manipulatif dan tidak rasional. Jika kesederhanaan hidup umat Islam dirusak dengan nafsu kepemilikan harta dan berbagai kesenangan dunia, maka pikiran dan akidah umat Islam digerus dengan aneka paham baru mulai dari Sekularisme, Pluralisme, Feminisme, dll.
Nilai-nilai Islam yang semula integral dalam kehidupan masyarakat lewat pengajaran ulama, perlahan mulai dicerai berakan dengan berbagai praktik selularisme. Konsep akidah yang semula eksklusif menjadi inklusif dengan pendekatan pluralisme. Kebudayaan Islam yang memuliakan perempuan perlahan digerus oleh gerakan feminisme yang secara langsung berdampak pada pemberadaban generasi muda, karena perempuan yang seharusnya menjadi ibu ikut turun gelanggang ke dunia kaum laki-laki, pendidikan anak dan maruah keluarga hancur sejak adanya feminisme. Sehingga berbagai masalah sosial dan keluarga mengemuka tanpa solusi. Tata kehidupan semakin hancur dari waktu ke waktu karena umat Islam semakin tidak inovatif dan hanya menjadi konsumen. Setiap hari, negara-negara yang berpenduduk muslim dijerat hutang karena mereka tidak mampu menghidupi rakyatnya sendiri.
Belum lagi dengan adanya ajaran Demokrasi dan akumulasi dari semua paham sesat itu yang kemudian disatukan dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), semakin membuat umat Islam justru terjerumus pada kerusakan. Maka tidak heran jika seorang ilmuwan sampai mengatakan bahwa ekspor Amerika Serikat yang paling berbahaya adalah Demokrasi. Kita sendiri merasakan bagaimana demokrasi ala Amerika Serikat justru membuat kita susah memilih pemimpin yang berkompeten, tapi juga susah keluar dari jerat sistem yang busuk itu. Konsep HAM juga merusak tatanan sosial adat kemasyarakatan berbagai bangsa yang telah terpelihara berabad-abad sebelumnya. Atas nama globalisasi, sebenarnya kita sedang bergerak menuju satu tatanan baru yang berada dalam satu kendali.
Nah, fase pasca kolonialisme yang ditandai pergeseran adikuasa dari Inggris ke Amerika Serikat ini disebut beliau sebagai hari kedua Dajjal yang yang dalam hadits nabi dikiaskan seperti satu bulan lamanya. Artinya, berdasarkan penjelasan beliau, kita sebenarnya telah memasuki fase hari kedua kehadiran Dajjal di dunia. Kapan fase hari kedua ini akan berakhir? Ya tentu saja saat masa emas Amerika Serikat berakhir dan digantikan oleh kekuatan baru lainnya yang meneruskan kerusakan sebelumnya. Atau bahkan jauh lebih merusak dan menyebabkan berbagai kehancuran.
(bersambung)
Juwiring, 7 Oktober 2016