Sebagaimana lahirnya di masa awal, pergerakan yang dibangun KH Ahmad Dahlan ini adalah untuk amal sosial. Gerakan Sang Pencerah ini didirikan untuk menghadang laju politik etis yang melahirkan priyayi pribumi pro Belanda, menolong masyarakat mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan, dan mendapatkan jaminan sosial yang lebih baik.
Sebelum friksi-friksi mulai muncul dengan bergabungnya beberapa tokoh dari Minangkabau yang beberapa di antara mereka cenderung “keras” hingga kelak menjadi cikal bakal “pemisah” antara generasi Sang Pencerah dengan Sang Kiai, Muhammadiyah telah membuktikan konsistensinya menjadi pasukan garda terdepan dalam menyelamatkan umat dari pemurtadan dan kerusakan.
Di bidang pemikiran, ada NU yang mengawal umat agar tetap bersatu sebelum akhirnya semua hancur berantakan berpecah belah setelah wafatnya Sang Kiai. Perselisihan pun berlanjut hingga kini, terlebih para kiai telah dibonsai di era Raja Jawa berkuasa dan umat dicuci otaknya oleh media massa. Bukannya berjuang mempersatukan, justru provokasi kebencian kian dihelat tanpa henti. Ditambah lagi polemik yang pergerakan muda yang baru berdiri di era 1990an yang tidak melanjutkan garis dakwah sebelumnya, jadinya ruwet.
Kukira, kasus Siyono adalah tanda-tanda kelanjutan dari Muhammadiyah mulai kembali menemukan perannya di era kini. Setelah sebelumnya berhasil menghadang liberalisasi SDA. Semoga di sisi yang lain umat juga mulai mengerti bahwa telah ada seperangkat perjuangan menyehatkan pemikiran agar tidak terjebak pada radikalisme dan perpecahan ukhuwah karena merasa paling benar sendiri. Aku pun mulai melihat banyak terobosan dari NU yang bisa membangun basis kekuatan secara kultural di wilayah.
Jika dua pengawal NKRI ini kembali bersinergi seperti di era Majelisul Islam A’laa Indonesia, maka insyaAllah umat lebih terpelihara dari kerusakan. Tapi ya itu, perjuangannya makin berat. Tapi kudu dijalani. Menyambung ukhuwah yang dipecah belah oleh media dan tindakan-tindakan bodoh kita. Maka dari itu, jangan lagi membangga-banggakan diri sembari mencela yang lain tanpa dasar.
Juwiring, 3 April 2016