Industri membesar karena setiap orang percaya merk. Jika setiap orang terbiasa membeli sesuatu karena menghargai karya orang lain, insya Allah industri besar akan mati. Tidak ada cerita gaduh seperti sekarang.
Masyarakat Islam yang mengamalkan al Quran itu pasti anti industri besar, sekaligus anti semangat sama rasa sama rata. Karena dalam Islam, miskin kaya itu wajar, yang penting si kaya mengeluarkan zakat dan sedekah. Si miskin tidak ndremis dan sok kaya.
Industri besar hanya terjadi karena pasar yang terus membesar dan si pemilik industri yang tidak tahu batas dirinya, sehingga terus dan terus berproduksi tanpa henti, bila perlu melibas yang lain. Itu adalah israf (berlebih-lebihan) kan.
Islam meletakkan kehidupan di tengah-tengah, tidak kapitalis, tidak pula sosialis. Islam tidak melarang orang untuk kaya, asal tahu batas dan tahu kewajibannya. Islam menjaga orang miskin dengan jaminan zakat dan kepedulian sosial. Sampai-sampai ada peringatan keras bahwa orang tidak akan masuk syurga jika tetangganya ada yang kelaparan sementara dia kenyang.
Tapi apa arti Islam bagi manusia sekarang. Pakaian saja kan. Wong kita kayaknya lebih beriman dengan aturan negara, dengan HAM, atau malah kadang beriman pada aturan hewan, yaitu ga sepaham cap kafir, bunuh. Itu kan mirip macan lihat kijang, terkam, bunuh, kunyah-kunyah, telan. Sisakan sedikit untuk penanda perilakunya. Jika itu dilakukan manusia, biadab kan namanya.
Dengan fenomena kehidupan kita yang dikit-dikit sebut merk dan banyak-banyakan jumlah pendukung, rasa-rasanya kita memang memasuki era industrialisasi yang kaffah. Termasuk industrialsiasi Islam. Jika Islam saja sudah dimasak di pabrik, jangan tanya yang lain-lainnya.
Juwiring, 21 Agustus 2016