Selama kita nggak ngerti bedanya, NEGERI, NEGARA, PEMERINTAH, APARAT, dll mulai dari asal usul makna katanya, pergeseran maknanya secara politik berdasarkan kronologi sejarah dll ya selama itu pula kita akan dimain-mainkan.
Lha kok urusan itu, wong kita membedakan makna WARGA NEGARA, PENDUDUK, MASYARAKAT, RAKYAT, dan UMAT saja belum tentu bisa. Dikiranya sama saja, searti, dan tidak penting. Padahal itu masalah serius.
Nah, kebiasaan meremehkan kata-kata membuat cara bebahasa kita bubrah. Karena bubrah, makna yang terbangun secara publik kacau. Nah kalau sudah kacau tidak karuan gini, yo wis tinggal diublak sak mareme to. Ben sisan ajur gek dilekasi meneh karo Gusti Allah Kang Murbeng Dumadi.
Parahnya kekacauan ini malah sekarang lagi memuncak di perkara agama. Sebenarnya akar masalahe jelas, do wegah silaturahim dan melakukan pembahasan masalah secara terbuka secara intens. Akhire rumangsa paling bener dhewe, trus neng pengajian ngrasani liyane. Akhire umat sing awam-awam melu nesu ra karuan.
Mengapa sukar bersilaturahim? Lihat saja itu kepentingan politik, ekonomi, dan fanatisme buta yang melingkupinya. Bahkan dua ulama besar saja bisa susah dipertemukan karena provokasi para pengikutnya yang kelewat fanatik dan ketakutan akses ekonomi mereka terganggu pasca rekonsiliasi tersebut.
Juwiring, 16 Agustus 2016