Untuk kesekian kalinya saya tak berhenti ketawa untuk menanggapi istilah PAKAIAN ISLAMI. Mungkin juga dinamai PAKAIAN SYAR’I atau PAKAIAN SYARIAH. Hahaha. Yo opo to rek, istilah iki marai ruwet.
Penggunaan kata Islami, Syariah, dll yang tidak pada tempatnya saat ini secara fungsi lebih terasa sebagai cara marketing saja, mayokke dagangan, karo ngelek-elek dagangane wong liya. Mbok sudah kembali ke prinsip al Quran dan sunnah, fungsi pakaian itu menutup aurat. Titik. Urusan fashion itu soal kebudayaan masyarakat, asal prinsip dasarnya terpenuhi.
Lha kalau koko, gamis, dan jubah disebut pakaian Islami, lalu yang lain dianggap tidak Islami yo kesenengen kowe mas sing bakulan baju-baju impor ngono kuwi. Njet sing nganggo kaos (nggak ketat), surjan, batik, dll dianggep ora Islami ngono. Sama saja enak di elo, nggak enak di kita. Makanya Rasulullah menyuruh umat Islam terbiasa menjahit pakaiannya sendiri, agar urusan sandang tidak diperdagangkan gila-gilaan kayak sekarang. Tapi apa para perempuan sekarang masih suka menjahit? Sebagaimana para lelaki, apa masih suka blusukan turut kebonan dan sawah?
Istilah ISLAMI, SYARIAH dll itu seharusnya diteliti maknanya dan digunakan sesuai tempatnya. Akhirnya sekarang seorang yang pakai jilbab buru-buru dikira sebagai muslimah, padahal bisa saja suster biara, bisa juga wanita Yahudi. Parahnya lagi, gara-gara yang ngebom KTP-nya Islam, setiap ada orang Islam dicurigai sebagai teroris. Absurd sekali memang kehidupan kita yang makin diisi aneka berita hoax yang semakin membuat masyarakat bertingkah IDIOT. Bukan karena bodoh, tapi karena malas menggunakan akalnya.
Bahkan, kalau nggak salah dengar, banyak sekarang para penceramah itu bilang, kalau “memahami al Quran jangan pakai akal”. Lho piye, al Quran itu disediakan bagi makhluk yang berakal je. Aneh tenan. Tapi yo wis piye meneh? Wolak waliking jaman tenan. Nubuwat Nabi Muhammad, yang dalam leluhur kita diungkapkan lebih detil oleh Prabu Jayabaya atas nasihat Syekh Ngali Samsujen, ditulis oleh Sunan Giri Prapen kian menemui kenyataannya. Cen jamane wis akhir.
Juwiring, 7 Agustus 2016