Saya tuh penasaran aja, karena tidak memiliki basic tentang informatika secara akademis.
Cuma katanya dan katanya nih ya; 1) status yang banyak dikomentar dan dilike itu peringkatnya bisa naik dan sering nampang di timeline. 2) tweet yang banyak direspon juga bakal semakin tenar. 3) web yang banyak disebar di jejaring sosial dan diakses peringkatnya akan menanjak di mata Google.
Kalo asumsi di atas benar, maka saat orang yang nyentrik bikin status, tweet, tulisan yang katakanlah dianggap “liberal” (benar tidaknya ya mbuh) gitu maka yang komen n ngrespon akan rame, baik yang pro maupun yang kontra. Pokoknya ruame deh, ampe yang bikin status aja cuma ketawa ketiwi. Nah ini kan berarti melambungkan dirinya.
Sementara seorang bijak, ustadz atau yang begituanlah ketika bikin status yang sangat baik, indah, dan memesona, paling cuma dilike, dishare jg dikit, ga serame yang status nyentrik. Apalagi web-web yang isinya ilmu n ditulis dengan serius, sepi banget, paling ya cuma sampai level agak ramai lah.
Nah kalo sudah kayak gini, benarkah langkah strategi perang kita di dunia maya? Karena jangan tanya facebook maupun Google, mereka mah ga peduli konten, justru tambah untung trafiknya melejit n pendapatan iklannya meningkat. Nek menurutku justru status, twit dan konten2 yang aneh2 gitu mending dibiarin aja. Mbok arepa rasane kemutuk, ditekke wae lah.
Biar JIL, Syiah, beras plastik dll nggak semakin merajalela dan menimbulkan kecemasan yang meluas, kok kayaknya justru lebih banyak diperlukan edukasi ke rakyat biar tidak ngaji sama Google dan kutap kutip status buat perang. Ngaji ya ke pondok, atau nek nggak kuat ya nyantri kalong ke para kiai, atau setidaknya kuat baca buku2 babon secara lengkap, nggak cuma comot sana sini ambil enaknya.
Bagaimana menurutmu?
Surakarta, 8 Juni 2015