Saya memilih kata ngising untuk tulisan ini, bukan BAB apalagi pup. Sederhana saja, alam berpikir saya sejak kecil dibentuk oleh peradaban Jawa. Jadi menggunakan kata-kata Jawa itu lebih mantap dari pada bahasa lain untuk hal-hal yang saya alami sehari-hari.

Apakah ngising adalah perintah Allah? Apa dalilnya? Mesti rak ditakokne ngono. Menurut kewarasan akal saya, ngising adalah perintah Allah. Sifatnya fardhu ain. Berani nggak menjalankan, siap-siap mendapatkan azab secara kontan. Ketika kewajiban ini dijalankan dengan rileks, hasilnya adalah rasa nikmat yang luar biasa.

Mungkin ada yang menyanggah, ngising kan bisa direkayasa. Silahkan merekayasa ngising, tapi kenikmatannya tidak sealami ketika Allah memerintahkan lewat mekanisme tubuh kita. Bahkan ketika kita sakit, lalu mekanisme ngising tidak normal, rasa kenikmatannya berkurang kok. Meskipun itu tetap nikmat dibandingkan bebelen atau malah buntet tidak keluar.

Dari aktivitas harian yang mungkin tidak menarik ini, betapa kita seharusnya bisa memaksimalkan rasa syukur saat melepaskan dan merasakan kenikmatannya. Hal ini adalah modal untuk mengerti bagaimana nikmatnya menjalankan perintah Allah, dan menggali rahasia mengapa kita menikmati. Bukankah hakikatnya proses dakwah itu dimulai dari kita menikmati bagaimana menjalankan perintah Allah, lalu kita ajak orang lain menikmatinya juga.

Dakwah itu kan menebarkan kesadaran atas kenikmatan yang kita rasakan dalam menjalani perintah Allah. Jadi seharusnya pendekatannya ya persuasif. Asumsinya kan kalau kita melihat di sekitar kita tidak sesuai krenteg kenikmatan kita, boleh jadi sedang bebelen alias sembelit. Jadi mekanismenya ya mengatasi bebelen, bukan malah memaki-maki. Apalagi jika lama tidak ngising tapi tidak sadar kalau bebelen, kan harusnya diajak melihat dirinya, apakah beres pencernaannya atau tidak. Bukan malah diejek sebagai manusia tidak normal.

Begitulah kiranya kita memperlakukan manusia di sekitar kita. Bahkan urusan ngising saja bisa menjadi pelajaran besar bagi kita. Jangan-jangan selama ini kita tidak pernah menikmati dan bersyukur atas nikmat ngising ini. Sehingga yang kita lakukan sehari-hari hanya mekanis. Akibatnya bawaan hidup kita pun juga mekanis, termasuk menjalankan apa yang kita sebut dakwah.

Maaf, yang merasa jijik dengan kosakata yang saya pilih, semoga bisa memaklumi.

Juwiring, 16 Agustus 2017

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.