Jangan terpaku pada sistem, tapi mending perhatikan betul manusia-manusianya. Ada kalanya kita bisa memercayai orang baik, meskipun dia berada dalam sistem yang kurang baik. Ada kalanya kita bisa kehilangan kepercayaan pada sistem yang kita sangka baik, karena beberapa gelintir orang-orang yang berkhianat.
Meskipun kita telah menyatakan perang terhadap riba (dalam arti yang sebenarnya), tetapi tidak elok kita memusuhi orang-orang perbankan, wong mereka juga sama-sama terpenjara kayak kita. Di antara mereka juga banyak orang baik yang sebenarnya punya semangat seperti kita. Yang terpenting bagaimana berkongkalikong dalam kebaikan untuk suatu saat menyiapkan sistem yang baru.
Meskipun kita telah menyatakan perang terhadap demokrasi liberal ala AS yang merusak negeri ini, ya jangan lantas memusuhi orang-orang parpol. Anti parpol masih ga apa-apa lah, tapi kalau anti terhadap politisinya itu berlebihan. Di antara para politisi itu, tetap ada kok mereka yang tulus mengabdi kepada rakyatnya. Mereka punya strategi sendiri bagaimana melawan dan meminimalisir dampak buruk dari demokrasi liberal semacam ini.
Pun demikian terhadap ormas Islam. Kita akan lebih mendapatkan manfaat jika mempelajari sejarah perjalanan dakwah Islam di Indonesia ini secara terbuka, ketimbang fanatik buta pada satu aliran/ormas saja. Karena jika berangkatnya sudah dari asumsi yang sangat fanatik, bagaimana bisa kita akan membuat umat Islam bersatu. Kalau premis dasar kita adalah semua kiai pasti baik dan tidak pernah keliru, semua ustadz pasti baik dan tidak pernah keliru, maka celaka sudah. Kita terbuka saja, biasakan menerima kritik dan masukan, dan bangun otokritik dalam organisasi sebelum dikritik dan ditelanjangi media massa.
Hingga saat ini saya berkesimpulan bahwa Islam itu bukanlah semata-mata sistem seperti yang dijlentrehkan para penggagas gerakan sehingga seringkali menggelincirkan para pengikut gerakan untuk mengagamakan gerakan mereka dan menganggap bahwa manifestasi gerakan itu sebagai Islam itu sendiri. Sering kan kita lihat, masing-masing gerakan Islam mengklaim bahwa Islam yang paling benar adalah versi gerakan mereka sendiri-sendiri. Betapa menyedihkan sekali melihat saudara-saudara kita yang semangat dalam beragama tapi terjebak dalam api perselisihan yang kadang berujung pada permusuhan dan kebencian.
Islam bukanlah sekedar sistem, ia adalah acuan sekaligus titik kesadaran fitrah manusia. Sehingga boleh jadi orang yang secara lahirnya selama hidup mungkin tidak pernah kita lihat menjalankan syariat Islam, tetapi karena lubuk hatinya senantiasa murni ia kemudian mampu membuat persaksian terindah di akhir hayatnya hingga Allah terharu dan menerimanya. Kita tidak pernah tahu. Maka dari itu, sehebat-hebatnya kita memuji sistem, tetap pujilah manusia, dan alangkah lebih tepat lagi jika yang kita puji hanyalah Allah. Karena sistem-sistem yang kita perbincangkan tadi adalah buatan manusia. Sementara manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna, sehingga mampu membuat sistem-sistem tadi.
Itulah kenapa secara fitrah manusia membutuhkan pemimpin sebagai representasi kolektifnya. Yang sekarang rusak adalah kesadaran untuk mengangkat pemimpin. Kita salah menggunakan metodenya sehingga yang kita angkat sebagai pemimpin bukanlah representasi dari kehendak Allah, tetapi justru mewakili nafsu-nafsu buruk kita. Hal itu diperburuk oleh kebiasaan kita memaki para pemimpin yang diangkat hingga merendahkan martabat kemanusiaan mereka. Bukankah kemungkaran yang bertemu dengan kemungkaran hasilnya ya tetap kemungkaran juga?
Juwiring, 22 November 2016