Saya tidak tahu harus senang apa sedih, tapi tinggal di lingkungan penutur bahasa Indonesia itu rada2 lucu gimana gituh. Banyak kosakata bahasa persatuan ini penuh dengan ambiguitas arti karena kebanyakan adalah kata-kata serapan.
Beragamnya orang di negeri ini tidak menjamin kesamaan pemahaman dan pola pikirnya. Sedihnya, memang kita akan sering berdebat hingga pada kasus yang remeh. Senangnya, ga hanya kami penutur bahasa ini yang bingung, tapi orang2 asing sulit memetakan kita.
Makanya tidak mengherankan. Negara yang secara layanan publik dan pengelolaan asetnya amburadul ga karuan kayak gini, kehidupan sosial dan kebudayaannya paling nyaman di seluruh dunia. Kita bisa ngeklaim di Eropa semua terlayani, tapi apa Anda bisa ngopi2 di sembarang tempat kayak di sini, ngakak2 tak kenal waktu, dan hidup dengan uang yang sangat minim?
Semoga bisa berkeliling ke kota-kota di negeri lain lagi. Kan kukabarkan negeri yang sangat manusiawi ini. Negeri yang penduduknya selalu tertawa sekalipun setiap saat dikibuli kebanyakan pemimpinnya. Mereka selalu bahagia di tengah penderitaan yang menemaninya.
Inilah negeri yang mempersilahkan diperintah oleh puluhan negara, ormas, LSM, bank, pemikiran, dan segala sampah yang jika itu ditabur di Timur Tengah maka di sana akan membara jadi api dan melumurkan darah. Saya suka negeri ini, cinta negeri ini, bilady Indonesia.
Terserah negara mau turut membela negeri atau justru merampoknya, tapi rakyat negeri ini masih memiliki perjanjian dengan Tuhannya sebagai pemilik sah atas bumi yang permai ini. Jabatan presiden atau apa pun, tetaplah di bawah jabatan “manusia”, di atasnya ada “abdullah”, di atasnya ada “khalifatullah”.
Mari sibukkan diri menjadi manusia saja, karena itu lebih sejati. Semoga Allah berkenan mengakui kita sebagai abdullah beneran. Bahkan memberi wewenang sungguhan sebagai khalifatullah.
Surakarta, 29 Mei 2015