Sampai sekarang saya masih percaya bahwa lontaran ide dan gagasan itu masih lebih kuat mempengaruhi kehidupan dari pada mesin kekuasaan. Dan puncak dari sumber ide ya al Quran. Tapi mengapa al Quran sekarang kok tidak bisa mempengaruhi manusia untuk bangkit memberadabkan peradaban?
Lha kan masalahnya yang kita sangka al Quran adalah mushaf itu. Lihat saja deh, perdebatan orang sekarang kan seputar begituan, bahkan lebih parah lagi seputar tafsir dan terjemahannya, itu pun dikerucutkan kalau tidak urusan persaingan bisnis jualan mushaf, persaingan kursi kekuasaan, ya rebutan banyak-banyakan umat.
Menurut kalian al Quran itu apa? Apa dulu datang ke Nabi dan para sahabat berwujud buku mak tebluk datang dari langit. Kenapa dahulu ada sahabat yang cuma berbekal beberapa ayat kualitas hidupnya sudah baik. Hari ini banyak yang hafal al Quran bahkan di rumah ada lebih dari satu versi mushaf. Apa al Quran itu sebatas yang kita lihat itu?
Dan ketika umat Islam sekarang mbulet di permukaan semacam itu, datanglah kaum liberal yang mbolak-mbalik makna al Quran. Lalu umat riuh rendah, tak jarang mereka terpengaruh dengan omongan ngawur yang melecehkan soal al Quran. Tanyakan pada diri, sebenarnya kita sudah beriman pada al Quran yang sebenarnya apa belum, kok serapuh ini kita digoyang dengan istilah Hermeneutik atau apa lah itu.
Al Quran selalu dekat dengan kita, sebagaimana Allah selalu dekat dengan kita. Tapi ketika mata kita adalah mata Dajjal, maka kita tidak akan pernah menyadarinya. Kita sering kehilangan kesadaran akan kehadiran Allah dalam kehidupan kita, kehadiran malaikat, kitab, rasul, hari akhir, hingga takdir. Saya gunakan kata hadir, karena sesuatu yang kita sadari keberadaannya bukankah itu suatu kehadiran. Masalahnya, kita sering menerjemahkan kehadiran identik dengan mata lahir yang melotot melihatnya. Kalau caramu seperti itu, ya sampai dobolen ga bakal bisa mengerti kehadiran malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan takdir.
Kesadaran semacam ini bukanlah hal mistik seperti ilustrasi orang punya kesaktian atau apa. Kita kan memang ndak bisa apa-apa kalau tidak dipinjami Allah kekuatan. Apa kita bisa melihat, meskipun secara fisik punya mata, seandainya Allah tidak mengaruniai kita penglihatan? Apa kita bisa mendengar, meskipun secara fisik kita punya telinga, seandainya Allah tidak mengaruniai kita pendengaran. Cobalah buat robot secanggih mungkin, bisa po menyamai 1 % kualitas kecanggihan panca indera kita.
Maka tidak perlu heran jika memang sekarang meskipun menurut informasi teman saya yang bekerja di percetakan, mereka sedang mendapatkan keuntungan banyak karena larisnya penjualan mushaf al Quran, kita belum bisa berharap banyak akan adanya pencerahan umat. Ya karena mushaf al Quran berbeda dengan al Quran. Mushaf hanya salah satu pintu bagi kita untuk mengenal al Quran.
Makanya jangan suka mengejek orang yang berinteraksi dengan mushaf al Quran. Nek awakmu ra iso maca mending ngaji melu TPA. Bagi yang sudah ikut ODOJ, tidak usah mengejek mereka yang sehari-hari tidak terlihat rajin buka mushaf. Kan mushaf hanya salah satu pintu untuk bertemu dengan al Quran. Saya katakan bertemu, bukan berarti al Quran itu makhluk lho, karena ia kalamullah. Nabi Muhammad adalah satu-satunya manusia yang bisa berinteraksi dengan kalamullah itu secara sempurna. Nah, adapun kita, bisa kecipratan 0,000000………000001 % saja sudah luar biasa. Apalagi di zaman ini, zaman ilusi bertebaran, zaman sihir merajai, dan zaman kegelapan benar-benar pekat.
Jika dirimu lihat mushaf masih ada rasa cinta, meskipun belum bisa baca isinya, bersyukurlah. Itu tandanya kita masih kecipratan kemuliaan al Quran, meskipun cuma kesababan aromanya saja.
Juwiring, 28 Oktober 2016