Perjalanan belajar memang belum selesai … karena kematianlah batasnya

Tapi aku selalu tersenyum geli mengenang masa-masa itu.
Saat mengikuti argumen praktis dengan alasan tidak dilakukan di zaman nabi.
Ketidakpahaman, kebelumtahuan, dan ketidakmampuan mencerna membuatku begitu menggelikan saat itu.

Jika hari ini harus selalu bertanya dilakukan tidaknya di zaman nabi, maka kita tidak akan melihat apa-apa hari ini.
Tak ada mushaf, tak ada huruf arab dengan titik dan harakat, tak ada nahwu, tak ada sharaf, tak ada ilmu akidah, tak ada ilmu fiqih, tak ada kitab2 hadits, tak ada sirah, tak ada daulah-daulah yang membentang dari Maghrib hingga Hindustan.
Karena semua itu lahir setelah kematian beliau, lahir dari perjuangan pemikiran generasi Islam setelah beliau.

Sesungguhnya pengetahuanku belum seberapa hingga hari ini, bahkan mungkin tak ada seujung kuku dari khazanah pengetahuan Islam yang telah dibangun sejak zaman sahabat hingga ulama hari ini.
Tak elok dan amat tak layak jika hari ini kita menjadi umat yang kurang adab dengan menghantam saudara sesama muslim dengan kata-kata menyakitkan.
Amar ma’ruf nahi munkar tak berarti meniadakan akhlak, tak memperkenankan kekerasan, apalagi memudahkan diri untuk menghabisi nyawa orang lain.

Ada banyak ketidaktahuan yang masih belum kita ketahui. Sementara kita pun harus mencari tahu atas ketidaktahuan yang sudah berhasil kita ketahui.
Dan terlalu percaya diri merasa tahu segala hal adalah perilaku paling bodoh orang-orang modern saat ini.
Ilmu itu adalah sebuah hakikat, sedangkan pengetahuan hanyalah tentang realita.
Islam menawarkan pemahaman haqiqah, bukan waqi’

‪#‎RefleksiMalam‬

Surakarta, 1 Juni 2015

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.