Yang memprihatinkan saat ini, banyak masjid yang perlahan-lahan berfungsi seperti candi atau gereja. Padahal dahulu masjid didirikan bukan untuk perkara yang cekak urusan ritual peribadatan saja.

Bahkan ketika zaman telah maju dengan kerajaannya, para wali merumuskan konsep “trigatra catur tunggal” di mana alun-alun (tengah), keraton (selatan), dan masjid (barat) berada dalam satu kompleks dan pasar berada jauh di utara hingga hampir tak terlihat dari alun-alun. Para wali itu berpesan dengan tata arsitekturnya, jangan sampai pedagang berkolusi dengan penguasa, dan jangan sampai penguasa jauh dari masjid dan rakyatnya.

Nah sekarang karena penguasa itu adalah pedagang (kadang jongosnya pedagang), maka jangan kaget jika baitul mall lebih diminati. Jangan kaget juga jika rakyat demo sampai kaliren kadang ditanggapi kadang juga tidak. Karena barangkali prinsip “trigatra catur tunggal” memang telah dihapuskan dalam spirit pemerintahan negeri ini. Karena pamor masjid sudah meredup, maka masjid menjadi seperti candi. Dan inilah titik mulainya sekulerisme umat Islam. Maka tidak perlu kaget jika ada koruptor yang ikut shalat, karena korupsi adalah aktivitas non ibadah di luar masjid. Hahaha

Maka tidak ada pilihan, mari masjidkan kembali kehidupan kita jika tak ingin tambah celaka. Masjid itu bukan hanya bangunan yang dikunjungi untuk shalat. Masjidkanlah hati kita agar nanti beroleh naungan di hari akhir.

Surakarta, 24 Juli 2015

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.