Semoga semakin ke sini umat Islam semakin tidak gampang mengkafir-kafirkan dan menyesat-nyesatkan sesama muslim, karena jikapun dalam pemahaman ilmunya demikian, solusinya adalah mengajak dengan baik-baik, bukan dengan stempel sana stempel sini, kaya pegawai kantor pos wae.

Perbedaan madzhab itu harus disikapi dengan rendah hati. Saling tahu diri lah, yen levele jik santri sing ilmu alatnya belepotan ya ga usah kemaki seperti kiai. Nggak usah juga memperdebatkan fatwa jika level kita mung pengikut, wong pada ra mudenge. Dan jangan merendahkan ayat Quran dan Hadits untuk debat (apalagi lempar-lemparan komentar di Facebook) antar sesama wong awam, wong sama-sama cethek ilmune.

Semoga dengan belajar dari konflik-konflik yang timbul umat Islam menyadari pentingnya identifikasi secara teliti dan dialog dengan ilmu, bukan dengan emosi. Kedewasaan berinteraksi antar pemeluk agama harus terus dipupuk sehingga agama itu benar-benar jadi keyakinan hidup, bukan komoditas jualan untuk berbagai kepentingan pragmatis.

Nggak usah ditutup-tutupi lah. Kita sama-sama tahu kok, jika kita pemeluk agama yang benar-benar punya komitmen pada ajaran agama kita, salah satu misi besar kita adalah mengajak setiap orang masuk ke agama kita. Wis to ra usah basa-basi. Sebagai muslim, saya pasti akan mendakwahkan Islam ini kepada non-muslim dengan metode yang baik. Begitupun saudara non-muslim pasti akan menawarkan ajarannya kepada yang muslim. Ini sah-sah saja dan tidak ada masalah. Masalah baru akan timbul jika cara-caranya terselubung, pakai intimidasi, dan pemaksaan kehendak.

Jadi mari saling menunjukkan keindahan ajaran agama yang diyakini masing-masing. Orang beragama karena meyakini ajaran yang dipeluknya itu yang paling bisa menyelamatkannya. Lha nek kabeh agama dianggap sama yo buat apa memeluk agama. Jadi komitmen ini hanya berlaku bagi sesama pemeluk agama. Yang masih ragu dengan agama dan tuhan, ya silahkan rumuskan sendiri tawaran kesepakatan hidup damai bersama umat beragama.

Kalau sikap dewasa ini tak kunjung dibangun semakin ke sini akan semakin runyam kehidupan kita. Mulai komitmen saja, waktu sholat ya kita skors sementara rapatnya. Akhir pekan kalau buat acara ya lihat-lihat jadwal teman yang mau ke gereja. Pokoknya perlu tahu sama tahu soal komitmen ibadah masing-masing biar bisa saling mengerti dan mempersilakan jika tiba waktunya.

Umat Islam pernah membangun peradaban semacam ini di Yerusalem, Istanbul, Spanyol. Kita pun berjuang mewujudkan ini sebaik mungkin di tanah Nusantara ini. Maka sebagai umat Islam, biar pun terkadang ada yang ditindas, kita tunjukkan kemuliaan leluhur kita kembali. Fokusnya dakwah, mengajak kepada kemuliaan Islam, bukan yang lain. Leluhur kita pernah berperang, tapi mereka berperang sesuai janji nubuwah untuk pembebasan. Sekarang, yang perlu kita bebaskan adalah belenggu pikiran kita akan sejarah dan belenggu emosi yang membuat kita mudah marah. Bebaskan itu!

Gunungkidul, 21 Juli 2015

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.