Barangkali kata “cinta” telah diintimidasi dengan luar biasa kejinya hari ini. Entah mengapa aku tiba-tiba ingin menulis tentang kata itu. Kata yang saya sendiri sampai sekarang masih terus mengeksplorasi keluasan maknanya.
Cinta, itulah kata yang hari ini sering berasosiasi dengan kata yang serupa dalam bahasa yang lain, mungkin itu tresna, mungkin itu love, mungkin itu mahabbah, mungkin itu juga saranghae atau yang lainnya. Hari ini kata cinta seolah menjadi perkataan yang begitu popular menjadi muatan lagu-lagu anak muda atau sekedar gurauan dalam goyangan erotis para penyanyi yang lebih bernuansa penari.
Apakah sebenarnya “cinta” itu? Ah ini hanyalah sebuah pertanyaan retoris nan dialektis dari diri saya yang sebenarnya juga masih mencari keluasan dari makna cinta itu sendiri. Buku dibaca, diskusi dibuka, hingga puisi-puisi yang disebut puisi cinta pun dituliskan. Apakah itu merupakan definisi cinta itu sendiri? Saya rasa tidak. Ini hanya sebuah dialog internal seorang yang belum paripurna.
Dalam perjalanan hampir seperempat abad ini, saya mencoba mengumpulkan mozaik dari peristiwa kehidupan yang telah dijalani. Ada peristiwa-peristiwa penting yang boleh jadi itu adalah bagian dari arti cinta yang sedang kucari maknanya saat ini.
Cinta adalah kerinduan seorang ibu yang kerap menanyakan kabar anaknya yang tak kunjung pulang, yang kadang lupa memberi tahu, yang kadang lupa tak mendoakannya. Cinta adalah panggilan dari ayah yang lama tak berdiskusi berdua sambil menikmati kopi susu yang nikmat sambil mengenang perjalanan silam yang penuh makna.
Cinta adalah senyuman yang berbalas indah dari perkawanan yang tak lekang oleh waktu sekalipun terpisah jarak. Tentang berbagai kesepakatan dan kesatuan visi untuk melakukan kerja-kerja mulia dan bermanfaat. Tentang berbagai diskusi yang menumbuhkan kesadaran bersama untuk saling menanggung dan menasihati satu sama lain.
Cinta adalah rasa hati yang teriris melihat orang di sekitar yang menderita akibat ketidakadilan sistem kehidupan yang terlanjur dipaksakan hari ini. Ia juga sebentuk gelisah atas ketidakjelasan sikap pribadi yang tak menetapi janjinya sendiri pada kehidupan. Cinta adalah kata-kata yang tidak dapat diucapkan yang dengannya segala hal menjadi indah laksana bunga-bunga yang harum semerbak mewangi di taman hati atau wangian kasturi di kamar kehidupan ini.
Cinta adalah rasa ketidakberdayaan atas keinginan diri menggapai maqam para bijak bestari. Kumpulan rasa malu yang terus menggoda diri agar tahu diri dan tak suka mengulangi kebodohan yang telah diulang tak terkira lagi jumlahnya. Keinginan yang besar untuk meraih maqam yang terhalang oleh batas-batas kejahiliahan yang belum berhasil ditaklukkan dan dihempaskan.
Lalu cinta apa lagi ya? Sepertinya saya kehabisan kata-kata untuk menguraikan hal-hal yang saya sebut cinta dalam perjalanan hidup ini.
Hingga di seperempat abad perjalanan kehidupan ini, ternyata saya tak benar-benar mengerti cinta seperti yang sering dinyanyikan oleh kebanyakan para pemuda (dan mungkin juga diri saya) saat melepas penat dengan gitar yang sederhana itu. Karena jika saya sedang berkeinginan dengan cinta itu, saya selalu bertanya dan akhirnya tak menemukan jawaban tentang cinta yang pasaran itu. Ah ternyata saya belum benar-benar mengerti dengan cinta yang seperti itu.
Dan mungkin baru sampai di sini perjalanan saya untuk mengurai tentang cinta itu. Masih ada kelanjutannya nanti.
Surakarta, 14 Desember 2014
Hehe spt ibuku tuhhh klo anaknya jam 9 malam belum dirumah pasti ditelp melulu, pdhl anak2nya usianya sdh 20 an smp 30 an. Kata ibuku dia ga bisa tidur klo anak2nya belum pulang. Kadang juga si mama sms aku utk bilangin adikku ko belum pulang, pdhl aku kan jauhhh dr tanah air :)) .
He he he, naluri seorang ibu mbak. Kadang saya itu juga kalo pergi jauh yang pertama saya khawatirkan perasaan ibu yang biasanya gelisah di rumah menanyakan kabar diri saya dan tidak bisa menghubungi via telepon.