Menurut keyakinan #Dengkulku, dengan melihat realitas hari ini, Dajjal itu adalah sebuah kerusakan sistemik yang bisa dikatakan “hampir mustahil” diperbaiki. Seperti hari ini, yang secara global membuat kita putus asa bagaimana menata kehidupan dengan ideal menurut aturan sunnatullah.

Bayangkan saja, orang semangat memproduksi senjata, nuklir lagi. Ada lagi orang-orang terus berlomba mencari kekayaan, dari yang kere sampai yang sudah sangat-sangat kaya. Nafsu mereka mungkin sama gilanya, hanya beda keberuntungan saja. Yang super kaya bisa mengendalikan dunia sejak zaman kolonialisme. Yang kere tapi rakus, juga tak berhenti berjuang untuk kaya, cuma ndak kunjung kaya.

Maka, Islam sebenarnya menawarkan keseimbangan dalam hidup. Agar yang kebetulan beruntung bisa kaya, tidak bernafsu untuk menggaruk segala hal hingga bertambah kaya. Hal itu secara logis membuat yang miskin tidak akan berlarut-larut dalam kemiskinannya. Lagi pula, dengan akal sehat, manusia sebenarnya bisa hidup sangat efisien tanpa harus merusak alam seperti sekarang ini.

Hari ini, kita hidup dalam penyembahan materi yang menggila. Bahkan agama pun dibajak untuk menyembah materi tanpa batas. Hampir semua upaya hari ini, dari menuntut ilmu hingga mengejar kekuasaan, semata-mata untuk memenuhi target utama, yaitu mengejar materi. Padahal secara akal sehat, kita bisa lho menghitung kebutuhan hidup kita per hari, per bulan, per tahun, hingga selama hidup. Sangat murah. Gaya hidup dan keinginan kita-lah yang tidak mengenal batas.

Makanya, salah seorang guru pernah mengajarkan bagaimana kita sebaiknya segera menetapkan batas-batas material kehidupan kita agar tidak mengalami penyakit rakus. Katakanlah kita menetapkan batas bahwa kekayaan kita adalah jika sehari bisa makan cukup dan berpakaian pantas. Kita pegangi itu, kita yakini terus menerus. Sehingga jika dalam sehari ada kelebihan-kelebihan lain, seperti punya uang lebih, bisa membelikan istri sesuatu yang membuatnya senang, dll kita bisa luar biasa bahagia dan merasa sangat kaya.

Apakah Imam Mahdi akan datang? Tidak usah berdebat soal itu. Tapi menurut saya, beliau akan memimpin manusia yang menggunakan akal sehatnya. Bukan manusia-manusia malas yang menunggu-nunggu kedatangan penyihir yang menyulap keadaan menjadi berubah dalam sekejab. Yang dipimpin Imam Mahdi kelak adalah manusia-manusia yang sudah sadar tugas sejak semula, bukan seperti Bani Israel yang ketika diajak Musa berperang, malah berkata, “kamu berangkat saja berdua (sama Harun), kalau kamu menang kami ikut mulia, kalau kamu kalah kami tidak ikut binasa.”

Penyakit kronis berupa pemberhalaan materi telah menjalar hingga ke tiap-tiap jiwa kita. Itulah sesungguhnya Dajjal yang hari ini telah menipu kita dan menawarkan berbagai kepalsuan dalam hidup. Kepalsuan-kepalsuan cara pandang itu, membawa kita memasuki medan peperangan antar sesama manusia yang mengerikan. Yang paling kasat mata adalah perang rebutan duit dan makanan hingga dalam skala global terjadi kehancuran martabat dan kehilangan rasa malu. Kelak hal ini akan menghancurkan peradaban manusia itu sendiri, apalagi jika senjata nuklir turut dikeluarkan. Inilah kegilaan dan bunuh diri masa depan yang sedang direncanakan oleh sebagian manusia itu sendiri.

Tugas kita sekarang, minimal tidak ikut “gendeng” dan tetap menjaga anugerah akal sehat ini. Kehancuran sedang berjalan, dan memang sepertinya kita tidak akan mampu memperbaikinya lagi. Yang penting, kita tidak ikut hancur. Mari bergandeng tangan bertahan dari arus deras kehancuran ini.

Surakarta, 6 Juli 2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.