Kata Rasulullah, Dajjal itu matanya kiri melihat, mata kanannya buta, dan di dahinya ada tulisan KAFARA yang dapat dibaca seorang mukmin sekalipun buta huruf. Apa Anda mau menunggu kedatangan makhluk yang bentuknya mengerikan semacam itu? Jika benar wujudnya seperti itu, orang jahat sekalipun akan tahu kalau dia Dajjal.
Bagaimana jika itu adalah fenomena manusia yang mengandalkan mata lahir (materialistik) dan mengalami kebutaan mata batin sehingga tidak tahu lagi mana yang merupakan kekafiran dan mana kebenaran yang datang dari Allah? Mari renungkan, karena jika dibilang bahwa Dajjal sudah setiap hari berkeliling di sekitar kita mengacak-acak pikiran kita sehingga logikanya tidak karuan seperti sekarang, mungkin tidak akan banyak yang percaya.
Cak Nun berkali-kali sudah menegaskan bagaimana kekuatan Dajjal telah bekerja. Apalagi Syaikh Imran Hosein, dengan kajiannya yang komprehensif dan ilmiah telah membeberkan perkara Dajjal dan akhir zaman lewat buku-bukunya. Tapi sebagaimana logika demokrasi yang bekerja hari ini, beliau hanya orang per orang, sementara jutaan orang tidak sependapat dengan pikiran beliau. Sudah jelas bahwa pendapat beliau-beliau ini dipinggirkan.
Bukankah di setiap zaman, Nabi adalah satu-satunya manusia yang punya pendapat berbeda dari semua manusia di masanya tentang standar ketuhanan dan kemanusiaan. Maka catat, kebenaran suatu ILMU itu tidak terkait urusan banyak sedikitnya orang yang mengikuti. Karena ILMU itu bertemunya dengan akal dan hati, bukan hasil voting. Maka periksa kembali apa yang sudah kita tahu, ilusi atau ilmu yang sejati.
Juwiring, 27 Oktober 2016